Ilustrasi Gambar: Internet
Tulisan ini sepertinya terlambat kami postingkan. Namun elok kiranya diposting juga untuk menambah pemahaman dan gambaran atas keadaan yang terjadi pada masa sekarang.
Pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta baru saja usai, namun beberapa saat yang lalu kami mendapat sebuah tulisan singkat perihal salah satu kejadian sebelum pengangkatan kedua pemimpin terpilih ini. Tepatnya beberapa hari setelah kepastian kemenangan pasangan Jokowi dan Ahok. Adalah salah satu ormas di Jakarta yang meminta pengunduran waktu pelantikan sebelum dipastikannya pimpinan beberapa lembaga yang bernuansa keagamaan di Kota Jakarta. Biasanya yang menjabat lembaga ini ialah Wakil Gubernur, sedangkan wakil terpilih merupakan non muslim.
Dalam tulisan yang kami baca, si penulis mencemooh sikap yang menurut mereka pandir. “Melihat fenomena ini bukankah baiknya antara agama dan pemerintahan dipisah..” begitulah kira-kira pendapat mereka. Mereka beranggapan antara agama dan negara adalah dua perkara berbeda yang harus dipisah. Suatu pemikiran dari Barat yang telah berabad-abad teguh dipegang dan dianggap sebagai sumber dari kemajuan dari bangsa Barat.
Namun benarkah demikian..?
Pemikiran semacam ini telah banyak ditentang oleh para ahli di Indonesia, apakah ahli agama, politik, sosial, budaya, sejarah, dan lain sebagainya. Tentu saja ada juga para ahli yang menyokong pendapat semacam ini. ancaman sekulerisme tidak hanya melanda Indonesia saja, hampir seluruh dunia Islam mengalaminya.
Maka oleh karena itu, baik rasanya apabila kami sampaikan pendapat salah seorang ulama asal Mesir yakni Syech Yusuf al-Qardhawi dalam kitabnya yang berjudul Memahami Khazanah Klasik, Mazhab, dan Ikhtilaf. Berikut bunyi pendapat beliau:
Saya katakan bahwa taklid yang ingin dipaksakan oleh mereka kepada kita saat ini, ditujukan agar kita menundukkan kepala kita kepada Barat dan budayanya, dan kepada filsafat dan peradabannya. Kemudian mereka memerintah agar kita membebaskan diri dari akar-akar keimanan dan budaya kita, serta identitas peradaban kita dan karakteristik agama kita serta pemikiran kita. Berikutnya kita tunduk dalam rengkuhannya dan menguap hilang dalam peradabannya, seperti ungkapan oleh seorang pada zaman dahulu; “kita menolak keras sikap taklid (membeo), dan tidak ada perselisihan diantara kita mengenai hal ini. karena, ia bagi kita saat ini mencerminkan keanehan, sebagaimana halnya taklid terhadap orang dahulu adalah suatu tindakan keanehan.” Continue reading “SEPILIS Radikal” →