Kenangan di Negeri Pulau Seberang

Beberapa hari yang silam kami berkesempatan menziarahi salah satu kerajaan di republik ini. Banyak orang memuji-muji kerajaan ini, mulai dari system monarki yang masih bertahan hingga kini dan menjadi jati diri (identitas) penduduknya. Kemudian keberadaan beberapa universitas tersohor yang mengharumkan nama negeri ini. Kemudian ada lagi yakni keramahan penduduknya yang terkenal “sangat santun”.

Namun sayangnya kami tak mendapati itu semua, entahkah karena nasib kami yang malang atau memang demikianlah keadaan sebenarnya? Kami belumlah patut mengambil kesimpulan mengenai perkara ini.

Hanya saja sepanjang pengalaman kami yang singkat di negeri ini – negeri yang juga dikenal dengan salah satu dari negeri-negeri tujuan pelancongan (wisata) di republik ini – kami sama sekali tak mendapati keramahan seperti yang dibual-bualkan oleh orang-orang. Bahkan tatkala kami berkesempatan melancong ke kawasan istana raja mereka, kami mendapat perlakuan kasar dari petugas di sana.

Namun yang menarik hati kami ialah di ibu negeri dari kerajaan ini sangat susah kami menemukan surau (masjid). Justeru gereja tempat beribadah orang nasrani lebih banyak berserakan. Kata orang, surau-surau di kota ini terletak tersuruk. Lagi pula tingkat pemahaman beragama orang-orang di negeri ini juga tidak sama dengan daerah lain apalagi jika dibandingkan dengan Sumatera.

Salah seorang kenalan menjelaskan “Nikah beda agama bagi orang-orang disini bukanlah sesuatu yang ganjil. Sudah biasa, dan banyak anak-anak memiliki agama berbeda dengan oranag tuanya. Termasuk salah seorangnya kawan kami di kantor. Namun Islamnya hanya Islam KTP saja, tak pernah shalat..”

Sekarang fahamlah kami kenapa faham SEPILIS begitu cepat menyebar di pulau ini. Serta betapa banyak pula diantara mereka yang mencemooh bahwa sekelompok orang di republic ini hidup dengan toleransi yang tipis. Sebab bagi mereka toleransi ialah nikah beda agama, merayakan hari besar agama lain, tidak menghiraukan pantangan dalam Islam dan hidup bebas tanpa batas. Hanya mengakui dan menghormati hak-hak individu. “Agama ialah urusan peribadi dengan Tuhan..” Continue reading “Kenangan di Negeri Pulau Seberang”

Ramainya Surau semasa Ramadhan

Salah Satu Masjid di Koto Baru (kira-kira th.1892-1922) Gambar: http://commons.wikimedia.org/wiki/File:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Kinderen_voor_een_moskee_en_minaret_in_Kotabaroe_bij_Fort_de_Kock_TMnr_60043185.jpg

Salah Satu Masjid di Koto Baru (kira-kira th.1892-1922)

Gambar: http://commons.wikimedia.org/

Sesuatu yang menarik hati, berkesan, dan menyenangkan dalam bulan Ramadhan bagi kami ialah ramainya surau-surau dengan jama’ah. Mungkin engku dan encik akan menjawab “Tak pula semua surau itu ramai engku, ada jua yang lengang..”

Memang benar engku dan encik, kami akui pula hal tersebut. Namun kalaulah kita menggeneralisir maka sebagian besar surau-surau itu ramai dengan para jama’ah. Kalau hari biasa, satu shaf saja belum tentu akan penuh maka pada bulan puasa ini jumlah jama’ah dapat saja terdiri atas beberapa shaf.

Memanglah telah banyak keluhan yang selalu terdengar disetiap akhir Ramadhan “Dahulu tatkala kita memasuki awal bulan puasa, sangatlah penuh surau kita ini bahkan sampai-sampai tak dapat memuat seluruh jama’ah. Namun menjelang kepertengahan Ramadhan, jumlah jama’ah mulai berangsur berkurang. Sehingga ke akhirnya ini telah jauh menyusut..” Continue reading “Ramainya Surau semasa Ramadhan”

Angin di Surau

Engku dan encik masih ingatkah dengan kisah kami dengan Si Angin di surau

Surau kami di kantor sangat jarang dikunjungi. Salah seorang pengunjung setia ialah engku yang tengah shalat ini.

Surau kami di kantor sangat jarang dikunjungi. Salah seorang pengunjung setia ialah engku yang tengah shalat ini.

kantor kami yang dahulu?

Untuk kali ini, kisah yang terjadi tidak hanya antara kami dengan Si Angin saja. Melainkan juga ikut seekor burung pipit mengambil bagian pada kisah kami ini.

Kisah ini bermula tatkala pada Hari Itsnin (Senin) kami putuskan untuk menyapu mushallah. Kenapa kami pilih hari Itsnin engku dan encik sekalian?

Karena pada hari ini merupakan hari terkotor pada surau kami. Sebab kantor libur selama dua hari, dan selama dua hari itu pula surau dikumuhi, tidak hanya oleh debu ataupun kotoran lainnya, kan tetapi juga oleh anak-anak yang sering bermain dan berlatih tari di halaman kantor kami. Memang mengesalkan, akan tetapi hendak diapakan lagi, sudah tak ada cara untuk bercakap dengan baik dengan mereka.

Namun ada yang berbeda pada hari Itsnin ini, tatkala kami sedang asyik-asyiknya menyapu mushalla. Tiba-tiba dari atas terjatuh seekor burung, kami sangat heran karena burung ternyata bisa jatuh. Burung yang jatuh ialah sejenis burung Pipit, ketika kami sentuh dengan ujung sapu, burung ini sama sekali tak bergerak. Tampak keadaan badannya lemah, dia menatap lemah kepada kami. Rupanya burung ini sedang sakit.

Perlahan-lahan kami dihinggapi rasa bimbang. Hendak menolong, akan tetapi kami tak tahu menolong seperti apa, sebab kami tak memiliki tempat yang baik untuk burung ini. Bisa-bisa tambah melarat dirinya apabila kami bawa. Sedangkan apabila kami biarkan, kami merasa kasihan sebab tampaknya dirinya sedang membutuhkan bantuan. Sedang lemah ia.. Continue reading “Angin di Surau”

Angin di Surau

(Bagian.1)

Serupa inilah keadaan surau di kantor kami.

Serupa inilah keadaan surau di kantor kami.

Sungguh aneh dan mengesalkan, bagaimana tidak.. setiap kami memutuskan untuk menyapu surau di kantor. Maka setiap itu juga angin akan berhembus dengan kencangnya, mengganggu pekerjaan menyapu yang kami tengah lakukan.

Engku dan encik tentulah bertanya kenapa pula hingga dapat berlaku demikian?

Karena surau di kantor kami tidak memiliki jendela, dinding hanya pada bagian mihrab saja. Sedangkan selebihnya ialah terbuka bebas. Memang terdapat papan setinggi kurang lebih 60 cm sebagai dinding. Serta tiga buah pintu koboi yang terdapat di samping kanan, kiri, dan belakang. Dengan keadaan seperti ini maka surau kami menjadi lekas kotor, dan kami harus sering-sering membersihkan surau dibuatnya.

Surau kami terletak di bagian belakang kawasan perkantoran kami. Pada bagian belakang surau terdapat tebing. Apakah karena tebing ini penyebabnya?

Kalau iya? Lalu kenapa ketika kami tengah menyapu surau, angin itu berhembus dengan kencangnya? Sedangkan disaat kami tengah shalat ataupun melepas penat di surau, sangat jarang angin mau menyapa kami. Continue reading “Angin di Surau”

Shalat di Surau

Ilustrasi Gambar: Internet

Ilustrasi Gambar: Internet

Tatkala kami mulai memasuki masjid dan bersiap hendak mendirikan shalat berjama’ah di masjid dekat rumah kami. Terbaun oleh kami bau obat balsem yang biasa dipakai oleh orang apabila masuk angin. Setelah kami amati dengan baik, rupanya bau itu berasal dari obat koyo bermerek Salonpas. Awalnya kami merasa terganggu dengan bau ini. Namun dengan segera fikiran tersebut sirna dengan sendirinya.

Suara-suara di hati kamipun berujar “Ah.. kenapa engkau merasa terganggu dengan bau ini. Cobalah tengok orang itu, walau dia sakit kurang enak badan, namun dibawanya juga badannya yang sakit itu ke surau. Bagaimana dengan engkau..?! Dengan alasan sakit yang tidak mengurangi segala daya dan upayamu untuk datang ke surau. Akan tetapi engkau malah memilih untuk tetap berdiam di rumah dengan alasan “sakit”. Tak malukah engkau dengan orang itu? Tak malukah engkau..!”

Tersirap darah kami mendengar kata-kata yang keluar begitu saja dari dalam hati kami. Memang benarlah demikian adanya engku. Terkadang terbit rasa enggan di hati ini untuk datang ke surau apabila terasa sedikit rasa sakit di badan ini. Atau apabila hujan terun walau tidak begitu lebat, tetapi kami jadikan alasan untuk tidak datang ke surau mendirikan shalat berjama’ah.

Dan senja hari ini disaat magrib, kami merasa malu sendiri dengan diri kami. Kalah dari orang lain dalam perkara remeh ini. Perkara datang ke masjid.. Continue reading “Shalat di Surau”

kisah selepas Isya

Ilustrasi gambar: internet

Ilustrasi gambar: internet

Malam ini memanglah menjadi malam yang berkesan bagi kami. Sungguh tak disangka akan mendapati suatu kejadian yang selama ini hanya ada dalam bayangan di benak kami saja. Mungkin bagi tuan, kejadian yang hendak kami ceritakan ini merupakan sesuatu yang biasa. Namun tidak bagi kami, sungguh suatu gambaran dari sisi lain dari kehidupan moderen yang gemerlap di mata setiap orang.

Adalah kami pada tanggal 10 Rabiul Awal 1434 H ini, yang tatkala selepas ber-Isya di surau, kami putuskan untuk singgah ke pasar sebelum pulang guna memberi beberapa keperluan. Diperjalanan, kami disapa oleh seorang kanak-kanak berusia sekitar delapan tahun. Tentunya senang hati ini ada yang menyapa, anak kecil pula, tandanya muka kami yang menurut sebagian besar kanak-kanak ialah menakutkan. Bagi anak ini tidak, cukup baik tampaknya, mungkin dikarenakan gelapnya malam.

Rupanya anak ini tidak sekedar menyapa, karena beberapa saat kemudian terdengar lagi panggilan dari arah belakang kami “Engku..engku..” begitu serunya.

“Ya.. ada apa..?” tanya kami

“Ada uangkah engku..?” tanyanya

Kami tersentak “macam mana pula, ada anak yang tak tahu malu minta uang kepada orang yang sedang lalu..” seru kami dalam hati. Namun suara hati kami tersebut hanya sesaat, karena segera berubah menjadi kasihan begitu melihat muka anak ini yang begitu takut, segan, bercampur malu. Continue reading “kisah selepas Isya”