Ilustrasi Gambar: Internet
Telah lama terfikirkan, memanglah kami orang yang terlalu banyak berfikir sehingga mudah stress, akibatnya badan ini kurus dibuatnya. Engku dan encik tentunya bertanya apa gerangan yang kami fikirkan?
Tak pula begitu berat, masih perkara hari raya yakni “mudik”. Mudik merupakan bahasa asli Melayu, dipakai oleh hampir setiap Puak[1] Melayu. Termasuk oleh kami Orang Minangkabau, kata mudiak biasanya disandingkan dengan kata hilir. Ada juga yang memakai kata hulu, yang merupakan sinonim dari kata mudia atau mudik. Hulu atau mudiak (mudik) berarti panggkal, tempat bermulanya, atau tempat berasalnya.
Dalam kebudayaan Orang Melayu, kata mudiak dan hilir biasanya mengacu kepada sungai atau orang Minangkabau mengenalnya dengan batang aia. Hulu atau mudiak merupakan tempat berawalnya aliran air sungai, tempat sumber dari air sungai tersebut. Mudiak kadang kala bermakna “atas/bagian atas” karena sungai atau air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah,
Sedangkan hilir atau hilia bermakna bawah ataupun ujung. Dapat juga bermakna tempat kemana berakhir, berujung, atau tujuan.
Bagi orang Minangkabau, kata hulu/mudiak dan hilir digunakan sebagai pembeda kawasan negeri mereka (geografi) seperti Talawi Mudiak dan Talawi Hilir di Kecamatan Talawi Kota Sawahlunto atau Kamang Mudiak dan Kamang Hilia yang merupakan dua nagari di Luhak Agam, 12 Km dekat Kota Bukittinggi.
Pada masa sekarang, kata mudiak sangat sering sekali terdengar oleh kita, terutama ketika mendekati Hari Raya. Dimana banyak orang pulang kampung dikatakan mereka pergi “mudik”. Agaknya penamaan ini telah berlangsung lama, sebab kalau kita cermati Bahasa Melayu Indonesia sekarang telah banyak terkontaminasi oleh Bahasa Non Melayu. Continue reading “Kembali ke Asal” →