Guru ???

Semoga Jenis Guru serupa ini tak tinggal kenangan [Gambar: Disini] Beberapa waktu nan silam beredar kabar perihal orang tua murid yang meninju seorang guru di sekolah tempat anaknya bersekolah. Kabar inipun beredar

Semoga Jenis Guru serupa ini tak tinggal kenangan [Gambar: Disini]

Beberapa waktu nan silam beredar kabar perihal orang tua murid yang meninju seorang guru di sekolah tempat anaknya bersekolah. Kabar inipun beredar sangat cepat di ranah maya dan juga diangkat oleh beberapa media. Rasa iba bercampur gerampun terasa pada berbagai pendapat (komentar) yang diberikan oleh para penduduk di ranah maya (netizen).

Setiap orang memperbincangkan perkara ini, mengutuk orang tua murid beserta anaknya nan dianggap tak punya otak “Dahulu awak dipukul dengan penggaris kayu oleh guru awak, tatkala diadukan pula ke pada ibu-bapa justeru ditambahi dengan rotan ataupun lidi. Ini si anak manja mengadu pulang, dan ayahnya nan tak punya otak itupun mengamini..” demikianlah rata-rata pendapat orang banyak.

Semula kami berpendapat demikian pula, si anak nan kurang ajar ini nan salah ditambahi orang tuanya tak pula punya otak, maka berlakulah perkara serupa ini. Continue reading “Guru ???”

Kacang Lupa Akan Kulitnya

Ilustrasi Gambar" Internet

Ilustrasi Gambar” Internet

Pada suatu petang hari, salah seorang kawan kami datang ke rumah. Hendak bercakap-cakap menyambut petang hari nan cerah ini. Memanglah sangat jarang kami dapati pada masa sekarang ada orang-orang yang menghabiskan petang hari dengan berbual-bual bersama kawan-kawan mereka. Kebanyakan dari orang sekarang ialah menyibukkan diri dengan berbagai macam kegiatan atau sudah keletihan selepas pulang bekerja di kantor.

Isteri kami menghidangkan sacangkir kopi untuk kawan kami ini, adapun kami lebih senang dengan secangkir teh. Bukankah pada petang hari serupa ini lebih cocok apabila dikawani oleh secangkir teh? Kebetulan pula isteri kami baru saja membuat goreng pisang batu. Mak Kari baru saja menebang pisang di perak keluarga isteri kami nan di baruah tadi siang.

Sambil memipia pisang goreng yang masih terlalu panas, kawan kami ini berujar “Tahukah engku, kian hari bertambah sakit kepala saya ini dibuatnya..”

“Hah, apa hal engku..?” tanya kami heran.

“Tak tahukah engku, setiap hari ancaman yang dihadapi oleh nagari kita Minangkabau ini bertambah-tambah saja..” terang kawan kami ini.

Kamipun terdiam, kalau maksud kawan kami ini ialah ancaman lahir (fisik) memanglah belum tampak namun apabila yang menjadi ancaman itu ialah akidah, akhlak, serta adat kami Orang Minangkabau maka benarlah apa yang ditakutkan oleh kawan kami ini “Bukankah yang demikian telah berlangsung semenjak dari dahulu engku..?” tanya kami kepada kawan kami ini.

“Hah..! itulah ia. Engku sudah tahu tapi masih tetap tenang-tenang saja ataukah berpura-pura tak mengetahui? Lebih memilih hidup tenang dengan mengabaikan segala kenyataan yang tengah berlaku tersebut?! Atau membohongi diri engku sendiri serupa orang-orang SEPILIS itu dengan mengatakan bahwa Agama itu ialah Urusan Pribadi antara Manusia dengan Tuhan..!?

Kamipun terkejut dengan jawapan yang kami dapat dari kawan kami ini. Memanglah selama ini kami lebih banyak bersikap abai mengenai perkara ini “Masih banyak yang hendak difikirkan..!” begitulah kata hati kami “Kehidupan anak-isteri entah hendak dibawa kemana, mesti lebih keras lagi usaha mencari uang untuk mereka..!” kata suara hati kami yang lain.

“Tentulah ada difikirkan jua engku, manalah mungkin akan tenang hati ini. Namun apalah daya kita ini, Tak ada daya apapun jua, orang-orang berkuasa yang disanapun tak dapat berbuat apa-apa. Usaha kami sekarang hanyalah memperkokoh keimanan anak-kamanakan, dan keluarga kami saja lagi..” jawab kami berdusta membela diri.

Kawan kami memandang kami dengan pandangan curiga “Memanglah benar engku, kamipun menyadari bahwa usaha yang engku tempuh sudah sangat baik sekali. Memang harus dimulai dari keluarga dan orang-orang terdekat. Namun orang-orang kafir ini mereka tiada pernah lelah dan berhenti, tipu daya mereka amatlah kuatnya karena media bersama mereka. Ditambah lagi uangpun ada pula bersama mereka..” Continue reading “Kacang Lupa Akan Kulitnya”

Berkisar Sempadan Hitam dengan Putih

Semenjak beberapa pekan yang lalu Sumatera Barat dibuat rusuh oleh beberapa orang yang mengaku sebagai utusan rakyat pada salah satu bandar di propinsi ini. Mereka yang katanya wakil hasil dari pilihan rakyat hampir lima tahun yang lalu membuat rusuh. Apakah itu gerangan?

Yakni memberi izin kepada Misi Zendig Nasrani untuk masuk ke salah satu bandar utama di Sumatera Barat dengan dalih untuk memajukan kehidupan perekonomian di bandar tersebut. Entah apa yang ada difikiran orang-orang yang mengaku sebagai orang Minangkabau yang beragama Islam tersebut. Namun orang-orang laknat ini tidak sendiri, jauh-jauh hari telah banyak orang yang mengaku beretniskan Minangkabau dan beragamakan Islam mati-matian membela para “penjajah” ini “Demi memajukan bandar yang kita cintai ini..” rayu mereka.

Sutan Malenggang termasuk diantara orang-orang yang menyetujui kedatangan para “penjajah” ini. Dia bersama beberapa orang kawan-kawannya mati-matian membuat berbagai tulisan di surat kabar dan internet, mengadakan berbagai macam pertemuan, berkampanye melalui jejaring sosial, serta menjalin berbagai macam bentuk komunikasi dengan berbagai kalangan. Hanya untuk mewujudkan “kemajuan” untuk bandar yang sangat dicintainya ini.

Beberapa orang geleng-geleng kepala melihatnya “Masihkah ia shalat ke surau?” tanya orang

“Bagitulah kalau nikmat dunia sudah terasa, yang ada dikepalanya hanyalah uang..uang..dan uang. Tak ada cukup-cukup baginya, padahal harta telah melimpah serupa itu..” sergah yang lain

“Bagi orang-orang serupa itu, kemajuan itu ialah apabila banyak gedung bertingkat di bandar kita ini, lapang dan besar jalan rayanya, banyak mobil-mobil mewah, bertaburan berbagai macam rupa mall, banyak terdapat kafe, salon, pub yang beroperasi hingga jauh malam, serta banyak berselisih dengan kita para perempuan dengan pakaian sempit, bentuk tubuh yang sintal nan semok, dan wajah berbedak serta merah merona, tubuh yang disemprot parfum mahal, sepatu hak tinggi, stoking, dan lain sebagainya..” kata engku yang lain.

Kami hanya mendengarkannya saja lagi. Bandar ini memanglah belum sebesar dan seramai bandar-bandar lain seperti yang terdapat di propinsi jiran. Namun kehidupan liberal dan hedonis sudah sangat terasa di bandar ini. Jenis-jenis orang dan bentuk kehidupan serupa yang disebutkan salah seorang engku tersebut memang sudah terjadi di bandar ini.

Beberapa masa yang silam ketahuan oleh orang perihal “Penari Telanjang” yang beroperasi pada salah satu tempat hiburan malam di bandar ini. Entah bagaimana kelanjutan proses hukumnya. Telah senyap dan tak terdengar lagi kabar beritanya.

Pernah jua terdengar oleh kami perihal beberapa orang Lonte yang beroperasi di bandar ini. Tatkala diselidiki oleh orang-orang, rupanya bukan pula perempuan Minangkabau (syukurlah..). Menurut pengakuan mereka, mereka berasal dari pulau seberang. Tatkala ditanya “kenapa sampai beroperasi di bandar ini..?”

Dijawap oleh para Lonte ini “Karena di tempat kami sudah sangat susah mencari pelanggan engku..” artinya pasar perzinahan di propinsi ini sangat menjanjikan bagi para Lonte ini. Na’uzubillah..

Tampaknya Sutan Malenggeng dan kawan-kawan mengetahui perihal ini. Sebab beberapa kawasan di bandar ini memang sudah sangat terkenal sebagai pusat perlontean. Bahkan ada yang terang-terangan mengusulkan agar dibuat saja “Lokalisasi” serupa dengan bandar lain di propinsi lain. Kalaulah memang jadi juga dibuat tempat “Perlontean” serupa itu maka hendak diletakkan dimana muka kita orang Minangkabau yang selama ini membanggakan falsafah “Adat Basandi Syarak – Syarak Basandi Kitabullah

Telah banyak orang yang mengingatkan kepada Sutan Malenggang “Orang yang engkau puja-puja itu ialah orang kafir yang selama ini giat menyebarkan agamanya dimana-mana di republik ini. Cobalah tengok di Palembang, dahulu katanya takkan pernah dibangun gereja di dalam kawasan rumah sakitnya. Namun akhirnya dibangun jua..”

Sutan Malenggang tak hendak mendengar dan menghiraukan. Baginya, ini semua demi kemajuan Sumatera Barat. Dengan Pongahnya Sutan Malenggang berujar “Tengoklah propinsi kita, tertinggal dari propinsi lainnya di Pulau Sumatera ini! Coba pula engku-engku inap-inapkan; kenapa listrik sering padam di propinsi kita? Padahal terdapat tiga buah pembangkit listrik di propinsi ini?! Coba pula hisab-hisab diri serta anak-kamanakan kita, telah berapa orang tenaga keja potensial Minangkabau yang pergi merantau dan tak pulang-pulang lagi. Padahal mereka semua ialah orang-orang cerdik dan pintar. Alangkah bagusnya jika orang-orang seperti mereka membangun kampung halaman, bukan kampung orang yang dibangunnya serupa keadaan sekarang ini..!”  Continue reading “Berkisar Sempadan Hitam dengan Putih”

Kemajuan ataukah Kemunduran

Ilustrasi Gambar: Internet

Ilustrasi Gambar: Internet

Orang-orang hebat yang banyak berkomentar di blog kami ini berteriak-teriak “Jangan seperti katak di bawah tempurung. Cobalah engkau tengok negeri-negeri maju di Benua Asia ini. Malaysia, Singapura, Hongkong, Jepang, Korea, Cina, dan lain-lain. Mereka maju karena membuka diri mereka terhadap investor. Tidak seperti orang Minang ini yang penakut, orang-orang Minang seperti engkau yang menolak kehadiran investor..”

Kami tergelak mendapat hujatan serupa ini. Siapakah yang Si Katak dalam hal ini? Benar bahwa negeri-negeri tersebut telah maju pada masa sekarang. Benar pula kalau dua negeri Asia yang disebutkan di atas telah menjadi saingan bagi dua produk teknologi dari Barat. Tapi tunggu dulu kalau dikatakan itu merupakan dampak baik dari investor. Terlalu cepat agaknya enngku dan encik mengambil kesimpulan.

Kemajuan yang mereka capai bukan karena para investor melainkan karena kesungguhan mereka dalam bidang pendidikan. Jangan pula engku dan encik berkata “Bah.. itukan karena investor juga..!!”

Tunggu dulu, kalau boleh kami memberikan contoh bahwa benar kalau Perusahaan Bus ANS, Tranex, dan lain sebagainya merupakan perusahaan pengangkuatan dari Bukittinggi ke Padang. Dengan menumpang ke bus-bus transport tersebut kita dapat sampai dari dan ke kedua kota tersebut. Namun tidaklah benar kalau kami katakan bahwa kita dapat pergi dari Padang ke Bukittinggi karena adanya Bus ANS, Tranex, dan lain sebagainya. Sebab dapat saja kita berjalan menempuh kedua kota ini dengan menggunakan mobil pribadi, onda, menumpang bus pengangkut barang, dan lain sebagainya.

Jadi hendaknya janganlah terlalu cepat kita mengambil kesimpulan duhai engku dan encik. Sebenarnya bukan kemajuan itu yang engku dan encik harapkan melainkan uang, ya uang. Sebab encik penyukai kehidupan kosmopolitan dan glamour. Diskotik, bar, pub, café, mal, mobil mewah, motor sport, berjemur di pantai, hubungan bebas antara lelaki dan perempuan, dan lain sebagainya. Itulah yang engku dan encik harapkan. Tidak ada lagi batasan, halangan, ataupun aturan yang menegah kemaksiatan yang telah banyak dirancang dalam kepala engku dan encik sekalian.

Sebab jika investor datang, maka engku dan encik merupakan salah satu fihak yang diuntungkan..

Sekarang mari kita lanjutkan memperbincangkan perihal negeri-negeri Asia yang maju tersebut. Dalam segi materi mereka memanglah maju namun dari segi bathiniah benarkah mereka maju? Bagi negeri-negeri Asia Timur kita dengan cepat memandang bahwa mereka tetap serta membawa kebudayaan asli mereka dalam kemajuan. Benar pada yang tampak namun sesungguhnya hanya sebagian.

Kerja keras, kegigihan dan kesungguhan, kesetiaan, kepatuhan, dan kejujuran. Namun dari segi akhlak moral mereka, mereka telah terjun bebas. Hampir setiap kemajuan mendatangkan sisi gelap berupa “akhlak binatang”. Binatang tidak pernah tahu yang mana ibu, ayah, saudara, suami atau isteri orang. Jika bersua dengan lawan jenis akan mereka lampiaskan hasrat seksual mereka. Tak perlu rasanya kami berjelas-jelas dalam masalah ini.

Norma-norma adat dan agama dalam hal ini menjadi hilang. Padahal itulah sesungguhnya inti dari kebudayaan itu. Bukan hanya bangunan atau tampilan fisik saja melainkan juga kehalusan budi atau akhlak jualah yang menjadi takarannya.

Negeri Jiran kita yang katanya kuat dalam segi keislamanpun begitu. Di sana, melihat anak gadis berjilbab dan berbaju kurung berciuman, berudaan di tempat tersuruk, berpagutan, dan lain sebagainya telah menjadi fenomena yang biasa. Walau selalu dihujat oleh para orang tua dan kalangan ulama. Mereka sebangsa dengan kita dan telah menempuh kemajuan terlebih dahulu. Alangkah baiknya apabila kita belajar dari kekurangan dan kesilapan yang mereka lakukan. Bukan meniru begitu saja.. Continue reading “Kemajuan ataukah Kemunduran”

Masyarakat Metropolis & Kehancuran Peradaban

Ilustrasi Gambar: Internet

Ilustrasi Gambar: Internet

Beberapa masa yang lalu terdengar oleh kami kabar perihal kelakuan sekelompok pelajar di Ibu Kota Republik ini. Apa yang mereka lakukan? Yakni membuat vidio porno di dalam kelas mereka. Kabar yang berhembus mengatakan kalau mereka melakukan kelakukan laknat tersebut selepas pulang sekolah. Mereka menanti kelas sampai lengang dan memulai perbuatan terkutuk mereka tersebut.

Bagaimana gerangan pendapat engku dan encik sekalian?

Ada yang menyalahkan orang tua mereka, ada pula yang menyalahkan fihak sekolah?

Namun keadaan yang berlaku tidaklah sesederhana yang kita fikirkan tersebut. Karena sesungguhnya kalau kita hendak merenungkan kejadian laknat ini maka sesungguhnya akan bermuara kepada satu sumber jua.

Orang bijak pernah berkata bahwa sesungguhnya pernikahan itu bukanlah sekedar menghasilkan anak keturunan dan kemudian membesarkannya. Melainkan yang utama ialah kesiapan dari pasangan yang hendak menikah untuk menjadi orang tua yang bijak dalam membesarkan dan mendidik anak mereka.

Namun keadaan yang berlaku sungguh berlainan pada masa sekarang. Bagi kebanyakan orang-orang, mereka telah menentukan batasan usia untuk menikah, apabila batasan tersebut telah sampai maka mereka akan bersegera menikah atau menikahkan anak-anak mereka. Apabila tidak mereka menganggapnya sebagai suatu aib, malu besar.

Membuat anak itu mudah, namun membesarkannya itulah yang sulit. Kata-kata tersebut pada masa sekarang hanya menjadi penghias di bibir saja. Tak meresap sampai ke dalam lubuk sanubari. Tahukah engku dan encik sekalian makna hakikatnya?

Orang tua hendaknya menyiapkan anak-anaknya dengan benar dalam menghadapi keras dan kejamnya kehidupan pada masa sekarang. Godaan duniawi begitu melenakan dan memabukkan, materi menjadi sandaran utama. Bagi orang tua yang tak pandai dan tak tahu, cukuplah bagi mereka untuk memenuhi segala kebutuhan lahir dari anak-anak mereka. Akibatnya, anak-anak seperti inilah kelak yang akan menjadi orang tua dari anak-anak mereka.

Apa hasil? Orang tua yang tak mendapat pendidikan dengan baik dari kedua orang tua mereka inilah yang kelak menjadi orang tua dari anak-anak mereka. Akibatnya, menjadi semakin tidak becus dan tidak baiklah generasi berikutnya. Selamat, dua generasi dari republik ini telah berhasil dihancurkan..

Lingkunganpun memainkan peranan yang sangat penting. Orang-orang yang berasal dari latar belakang yang berlainan, dengan menganut nilai-nilai moral dan sosial yang berlainan pula. Orang-orang seperti inilah yang menjadi masyarakat perkotaan. Akibatnya, tidak ada lagi standar nilai, bahkan hukum positif negarapun tak takut untuk mereka langgar.

Kumpulan orang-orang dari generasi yang telah hancur inilah kemudian yang membentuk beberapa komunitas di perkotaan. Bagi mereka lazim dan sah-sah saja perilaku menyimpang yang bertentangan dengan aturan moral dan sosial masyarakat terdahulu. Hal ini karena pendidikan yang tak semestinya tak mereka dapatkan dari orang tua mereka dahulunya. Continue reading “Masyarakat Metropolis & Kehancuran Peradaban”

Menahan hati..

Ilustrasi gambar: Internet

Ilustrasi gambar: Internet

Dahulu semasa masih remaja, orangtua kami pernah mengajari kami perihal cara-cara hidup bermasyarakat, yakni cara menghadapi orang. Mereka berkata:

“Kalaulah nanti di suatu masa nanda bersua dengan orang-orang yang keras hatinya, kasar watak dan sikapnya, janganlah ananda lawan. Niscaya mudharatlah yang akan ananda dapatkan. Orang semacam ini, walau mereka berpendidikan tinggi, lulusan dari universitas ternama, ataupun berasal dari keluarga yang baik-baik. Namun pada dasarnya banak (otak) mereka tidaklah terisi. Hati mereka dipenuhi oleh hawa nafsu dan kebencian, jiwa mereka kerdil, orang-orang semacam ini derajatnya hampir mendekati derajat hewan. Diam adalah sikap yang lebih baik, mungkin mereka akan menganggap kita lemah dan kalah. Tapi itu hanyalah sekedar anggapan mereka, sebab orang banyak jualah yang akan menilainya. Orang-orang yang berakal dan terpelajar akan dapat membedakan itu semua. Melawan kekerasan dengan kekerasan akan mendatangkan malapetaka bagi kita, terutama bagi hati kita, sebab hati kita juga ikut rusak karenanya. Janganlah ananda berkecil hati dan janganlah lelah untuk terus bersabar sebab suatu masa kelak Allah Ta’ala jualah yang akan membalas semua perlakuan buruk yang kita terima. Jikalau hati seseorang telah teriba dikarenakan sikap kita, maka suatu masa kelak akan ada-ada saja malapetaka yang akan datang menghampiri. Oleh karena itu janganlah ananda bersikap kasar kepada orang lain, apalagi menyinggung atau membuat hati orang teriba dikarenakan sikap dan tingkah laku ananda..”

Kami terkenang kembali akan petuah tersebut tatkala kami mendengar suatu perselisihan yang dialami oleh seorang kawan kami di kantor tempat kami bekerja. Penyababnya ialah kesalah pahaman dengan salah seorang kawan yang hampir saja berujung perkelahian. Sungguh sangat memalukan, hampir berkelahi hanya dikarenakan perkara sepele. Ketika itu kawan kami hanya diam, tak menanggapi. Kami terkejut (shock) sebab orang yang kami kira berpendidikan tinggi, memiliki jabatan pula di kantor kami, serta lebih tua umurnya dari kami. Orang semacam ini rupanya kalau mendapat masalah cepat naik darahnya dan menantang orang yang dihadapinya untuk berkelahi.

Disini kana kami coba terangkan dengan menggunakan sudut pandang orang pertama. Sebab untuk menghindari menggunakan kata kawan. Kami khawatir tuan akan kesusahan membedakan antara kata “kawan” bagi kawan kami, dan “kawan” sebagai kata ganti untuk dua orang lainnya. Silahkan tuan simak kisahnya..

Ilustrasi gambar: Internet

Ilustrasi gambar: Internet

Sebenarnya kami telah mendapat kabar perihal watak dan karakter dari kawan kami ini sebelumnya. Namun apalah hendak dikata, masa perkara ini terjadi terlupakan oleh kami hal tersebut. Maka terjadilah malapetaka yang seharusnya dapat kami hindari. Sebenarnya unsur penyebab dari kesalah pahaman ini tidak hanya satu akan tetapi ada beberapa. Salah satunya ialah karena ketika permasalahan ini terjadi salah seorang kawan yang ikut datang bersama kawan kami ini yang sebelumnya memang telah lama kurang senang dengan kami juga ikut menambahi (meprovokasi). Mungkin hal tersebutlah yang menyebabkan keadaan menjadi tambah panas, selain memang karena watak dan tabi’at dari kawan kami yang pertama tadi.

Kawan kami yang kedua memiliki watak dan tabi’at seperti anak-anak gaul di Jakarta. Menyukai gaya hidup hedonis, kepada kawan-kawan dia selalu menjual cerita perihal pengalamannya dalam dunia malam di Jakarta. Cara bicaranya juga selalu meninggi, memandang rendah orang-orang disekitar yang belum pernah mengalami apa yang dialaminya. Dia menganggap bahwa pengalaman hidupnya itulah yang terbaik dan pantas untuk dikagumi. Namun yang terparah dari ini semua ialah mulutnya yang seperti perempuan. Mulutnya manis, mudah bergaul untuk orang-orang yang baru dikenalnya. Oleh karena itulah makanya dia ditempatkan dibagian yang memang menuntut pegawainya untuk selalu ramah dan sopan kepada para tamu-tamu kami (tamu pemda). Mulutnya seperti perempuan tuan, nyinyir, tajam, menusuk, dan penuh prasangka.

Apa yang menyebabkan kawan kami yang kedua ini tidak senang kepada kami? Tak lain ialah karena perbedaan alam tuan. Kami merupakan anggota “Laskar Berjanggut”, orang-orang seperti kami telah terlanjur dicap sebagai radikalis, fundamentalis, ataupun yang terparah ialah teroris. Sangat berat sekali tuan. Sebab mereka memandang sama saja semua orang berjanggut. Sudah sering kami dilecehkan, didiskriminasi, dan lain sebagainya. Hingga kini kami masih terus berdo’a semoga kesabaran ini janganlah sampai habis hendaknya.

Itulah yang terjadi pada hari itu, dua orang yang berjiwa kerdil yang harus kami hadapi. Yang satu bertabi’at panas dan yang satunya lagi memendam amarah kepada kami. Hanya karena perkara sepele mereka menyerang kami dengan segala kebuasan yang ada pada diri mereka. Kami terkejut dan heran, apakah benar yang kami hadapi ini seorang yang berstatus sebagai seorang pegawai? Apakah mereka lupa bahwa berkelahi merupakan pantangan bagi seorang pegawai? Sangat besar akibat yang harus ditanggung oleh seorang pegawai yang berani-beraninya bersikap demikian. Tak patut, tak patut bagi seorang pegawai dan lebih tak patut pula dengan orang dengan tingkat pendidikan seperti mereka. Continue reading “Menahan hati..”