Akibat dipimpin Kafir

Picture: Here

Di Kampung Ini Awalnya Terdapat Ratusan Keluarga Muslim, Kini Tinggal 32 Keluarga Muslim

Akidah umat Islam Kota Solo terancam. Kristenisasi dengan berbagai modus dilancarkan agar pemeluk Islam murtad. Kondisi tersebut setidaknya terjadi di Kampung Sewu, Kelurahan Sewu, Kecamatan Jebres, Kota Solo, Jawa Tengah.

Haryanto, takmir Masjid Al Fath Kampung Sewu RW 9, Kelurahan Sewu Kecamatan Jebres, Kota Solo mengungkapkan dari 250 keluarga warga jumlah umat muslim tinggal 32 keluarga. Continue reading “Akibat dipimpin Kafir”

Mulut Buaya dan Harimau

Ilustrasi Gambar: Internet*

Ilustrasi Gambar: Internet*

Sebentar lagi saudara-saudara kita yang tinggal di Sumatera Barat akan segera melakukan pemilihan untuk Gubernur, beberapa bupati dan wali kota di propinsi ini. Sungguh sangat menarik kami dapati bahwa hanya ada dua pasangan calon untuk pemilihan ini, setidaknya akan hemat biaya. Gubernur  sekarang rupanya hendak memperpanjang masa jabatannya menjadi dua periode adapun dengan wakilnya yang telah uzur rupanya tak sabar pula hendak menjadi gubernur, takut tak sempat kalau terus setia menjadi wakil. Akhirnya pecahlah kongsi mereka..

Ada yang menarik dalam proses kali ini, sebelumnya beberapa orang sudah menggadang-gadangkan hendak ikut pemilihan namun rupanya tak jadi. Apa hal? entahlah, ota di lapau tampaknya lebih hebat untuk menguliti maksud nan tak jadi tersebut.

Hal menarik lainnya ialah calon wakil gubernur pada salah satu pasang calon, ia ialah Ketua Bandar yang dahulu pernah dengan kerasnya hendak mendatangkan SALAMAK ke Bandar Padang. Beberapa orang telah berucap “Tak ada malu ia..” beberapa orang tentu lain pula pendapatnya, terutama bagi para pendukungnya. Namun satu yang terkenang oleh kami selain sikapnya yang hendak bersahabat dengan pengusaha kristen tersebut ialah bahwa ia satu-satunya mantan kepala daerah yang berani bercarut[1] di hadapan khalayak. Carut tersebut diucapkannya di akhir masa jabatannya pada upcara perpisahan dirinya sebagai kepala daerah. Continue reading “Mulut Buaya dan Harimau”

Unjung Tombak Kapitalisme

Seorang pemimpin pribumi tengah menyambut datangnya seorang penjajah di negerinya. Gambar: http://home.iae.nl/users/arcengel/NedIndie/atjeh.htm

Seorang pemimpin pribumi tengah menyambut datangnya seorang penjajah di negerinya.
Gambar: http://home.iae.nl/users/arcengel/NedIndie/atjeh.htm

Mendengar perkembangan keadaan pada masa sekarang di ibu negeri propinsi ini, membuat kami terkenang akan bacaan yang pernah kami baca. Berkisah perihal keadaan dimasa kolonial di Hindia Belanda, bagaimana negeri ini dilelang kepada para investor yang datang dari luar. Berikut petikan kisahnya;

Menanggapi risalah De Millionen uit Deli ( Jutaan dari Deli, tertanggal th.1902 beredar 2 tahun selepasnya) dari seorang advocat yang bernama J. van den Brand dimana pada risalah tersebut dia mengisahkan perlakuan kejam perusahaan perkebunan onderdeming terhadap buruh disana. Akhirnya Pemerintahan Kerajaan Belanda mengirim seorang penyidik yang bernama Hakim J.L.T. Rhemrev, namun hasil penyidikan dari hakim tersebut lebih parah dari laporan J. van den Brand. Akhirnya laporan tersebut disembunyikan, tak pernah diumumkan. Menteri Jajahan J.T.Cremer mengatakan bahwa dimasa dia menjadi Administratur Maskapai Deli, hal tersebut tiada pernah berlaku. Katanya, mungkin iklim panas-terik telah mempengaruhi moral orang-orang kulit putih yang ada di sana.

Gampang saja Menteri Cremer mencari alasan, seakan cuaca Sumatera sudah berubah setelah ia meninggalkan pulau itu. Demi tembakau, penguasa-penguasa Pribumi telah mengobral tanah kepada kaum modal onderdeming dan memporak-porandakan Hukum Adat dan tanah warisan turun temurun Pribumi Sumatera Timur. Sudah selama tiga puluh tahun lebih beribu-ribu hektar Tanah Adat di Sumatera Timur diobral menjadi tanah konsensi oleh keserakahan sulthan-sulthan kepada kaum modal perkebunan tembakau dan sekarang juga karet.

Berita-berita mengerikan dalam Sumatera Post tentang kerakusan pengusaha-pengusaha perkebunan Eropa yang tak henti-hentinya mencari tana-tanah subur di Sumatera Timur.

Pramoedya Ananta Toer. Jejak Langkah. Lentera Dipantara. Jakarta (cetakan kesembilan). 2012 (Hal. 240-241)

Betapa terkejut kami membaca kisah yang ditulis salah seorang pujangga yang beraliran kiri tersebut. Kata orang, hanya keledai dungulah yang terperosok ke lubang yang sama untuk kedua kalinya. Dan betapa terpananya kami bahwa betapa kemirian keadaan pada masa kolonial dimana kita masih dijajah oleh Bangsa Kulit Putih dengan keadaan sekarang, padahal kita telah diperintah oleh bangsa sendiri. Memanglah kata orang, penjajahan oleh saudara sebangsa lebih kejam daripada bangsa asing.

Terkenang kami tatkala masih panas-panasnya penolakan terhadap Luppo Grup di Minangkabau ini. Salah seorang pemimpin di provinsi ini dengan tiada malu berujar “Tiada seorang kepala daerahpun yang anti kepada investor..”

Entah kepala kami yang terantuk kepada sesuatu tanpa sepengatahuan kami atau kepala daerah yang dengan gelar akademis yang sangat tinggi itu yang bengak. Bukankah investor itu sama dengan para kolonialis kapitalis yang pada masa dahulu (kolonial) menghisapi negeri kita hingga merana?

Kawan kami kata “ Penjajahan itu ada pada setiap masa engku, hanya bentuknya saja yang berlainan..” Continue reading “Unjung Tombak Kapitalisme”

Hasutan Kaum Munafiqun

Sumber Gambar: Internet

Sumber Gambar: Internet

Pada suatu ketika kami, dengan beberapa orang kawan duduk-duduk di Kapalo Banda melepas penat. Engku Sutan Pamenan berujar “Terdengar oleh saya bahwa permasalahan Salamak di Padang tak hendak surut agaknya. Seberapa keras orang monolaknya, sekeras itupula orang-orang munafiq itu mendukungnya..”

Engku Malin Batuah pun menanggapi “Memang demikianlah engku, seperti kata orang kampung kita; sebanyak orang saya, sebayak itu pula orang benci. Apatah ini perkara investasi, perkara uang ini engku-engku..”

“Benar demikian kiranya, agaknya pada masa sekarang sebagian orang Minangkabau telah banyak yang bertukar tempat berpijak. Perkara yang terpantang menjadi biasa, yang harampun dapat mereka halalkan. Cobalah engku-engku tengok saja pada masa sekarang, banyak anak gadis berpakaian sempit dbiarkan, telah pula berani anak bujang datang bertandang ke rumah seorang anak gadis. Anehnya, orangtuanya menyabut dengan senang, bangga mereka memiliki seorang anak gadis yang cantik..” jawab Engku Sutan Pamenan mencemoooh.

Kamipun terdiam, berbagai bantahan dan jawapan diberikan oleh golongan pendukung investasi ini. Kami yang pandir ini, yang tak mengikuti dengan baik segala perkembangan sudah dapat merasakan ada yang aneh dalam hati kami ini tatkala mendengar kabar perihal investasi tersebut. Ada sesuatu yang sedang mengancam Minangkabau yang tengah bersiap-siap henak datang, menerkam saja lagi.

Tiba-tiba engku Sutan Rumah Panjang bertanya “Apakah Sutan Malenggang termasuk kepada golongan Kaum Munafiqun itu engku-engku..”

Kami semua terdiam, kami kembali terkenang akan kepongahan Sutan Malenggang sepekan yang silam. Entah kenapa tiba-tiba Engku Malin Batuahpun bertanya “Engku-engku sekalian, bukannya saya hendak mendukung investasi dari orang kafir ini. hanya saja pertanyaan ini muncul tatkala kami mendengar orang bercakap-cakap di balai. Memanglah orang rantau yang merasa dirinya lebih dari kita jua yang mengemukakan.”

Ilustrasi Gambar: Internet

Ilustrasi Gambar: Internet

“Apa katanya: Darimana kita semua yakin bahwa segala demo yang terjadi serta segala penolakan yang mengemuka tersebut benar-benar berasal dari hati yang bersih ingin memperjuangkan agama dan adat kita..? Banyak kepentingan, ada saudagar, ada pula politikus, dan tentu saja ada ahli-ahli agama dan ahli adat. Walau kami pandangi ahli-ahli adat ini sangat jarang terdengar suara mereka perihal Salamak ini. Selain itu kalau memang takut agama kita yang akan terancam, lalu kenapa orang-orang Cina, Batak, Nias, Jawa, dan lain-lain bangsa yang tidak beragama Islam dibairkan tinggal di propinsi ini. Bukankah itu sama saja dengan membuka diri pada pintu pemurtadan..?!..”

“Mendengar pernyataan tersebut saya terdiam, muncul beberapa pertanyaan di hati kami ini dibuatnya. Dapatkah engku-engku menolong kami perihal ini..?” kata Engku Malin Batuah.

Kamipun terdiam, sungguh sangat rumit sekali segala permasalahan yang terjadi di kehidupan ini. belum lagi tipu-daya serta muslihat yang bercampur di dalamnya.

Engku Sutan Pamenan kemudian menjawab “Memanglah benar engku, banyak kepentingan. Serupa dengan PRRI dahulu. Tidak semua orang Islam di Minangkabau ini yang terlibat akan tetapi juga ada para Sosialis yang berada di bawah pimpinan Sutan Syahrir, ada pula para Liberalis yang diwakili oleh Sutan Takdir Ali Syahbana, kemudian tentunya yang paling banyak ialah golongan Islamis yang ketika itu bernaung di bawah Partai Masyumi pimpinan M. Natsir dan Syafruddin Prawiranegara. Kemudian ada pula kelompok Nasrani, ingat engku Kolonel Maludin Simbolon berasal dari Batak..”

“Namun apakah begitu hal tersebut menodai perjuangan kita orang Islam di Minangkabau ini dalam menentang dominasi KOMUNIS dan KEDIKTATORAN di republik yang masih muda ini?! Tidak engku, bagi kita yang berada di kalangan bawah, perjuangan kita masih murni, ikhlas karena Allah Ta’ala. Bahkan kabarnya Kol. Ahmad Hussein dan Kol.Maludin Simbolon pernah mengadakan pertemuan dengan beberapa orang agen CIA di Singapura. Dan merekapun mendapat bantuan. Apakah dengan demikian orang Minang dikatakan sebagai kaki tangan Amerika?!. Tidak engku.. sekali lagi tidak. Kita yang berada di bawah ini saja tidak mengetahui perkara demikian. Sekali lagi, bagi kita orang Minangkabau, perjuangan ketika itu ialah perjuangan menentang KOMUNIS & KEDIKTATORAN Soekarno..” Continue reading “Hasutan Kaum Munafiqun”

Bermental Budak

Gambar: Internet

Gambar: Internet

Bagaimana cara kita bekerja mempengaruhi kesadaran kita, dilain fihak kesadaran kita juga mempengaruhi cara kita bekerja. Kita dapat mengatakan bahwa hal tersebut merupakan suatu hubungan interaktif antara tangan dan kesadaran. Jadi cara kita “berfikir” terkait erat dengan pekerjaan yang kita lakukan. (Pendapat Karl Marx dalam Jostein Gaarder. Dunia Sophie. Mizan. 2010, Bandung. Hal. 613).

Kutipan dari sebuah buku seri filsafat yang diterbitkan oleh Mizan di atas semakin menggukuhkan pendapat kami atas beberapa orang yang begitu membenci dan menghujat salah satu pendapat kami dalam blog ini. Ini bukan sekadar teori belaka melainkan dapat dibuktikan dalam dunia nyata. Bukti-bukti tersebut dapat kita saksikan kalau kita mau sedikit saja menggunakan akal dan perasaan kita. Sebab untuk melihat dan menangkap suatu fenomena sosial dimana hal tersebut merupakan gambaran (refleksi) dari watak dan tingkat intelektual dari manusia-manusia yang kita amati, memerlukan kehalusan budi dan ketajaman fikiran.

Kalau mengikut teori dari Marx maka kehidupan ini merupakan pertarungan antara dua kekuatan yakni: lemah (budak, orang miskin, pekerja, proletar, warga biasa, dsb) melawan kuat (pengusaha, orang kaya, pemimpin, bangsawan, penguasa, dsb). Dimana kepentingan perut atau uang atau modal atau kapital sangat berpengaruh dalam keduanya.

Begitulah cara orang Minangkabau pada masa sekarang (baik yang di rantau maupun yang menetap di Minangkabau) dalam menyikapi segala persoalan yang terjadi. Salah satunya ialah pertikaian (polemik) yang muncul seputar kedatangan salah seorang investor di propinsi ini.

Bagi para pekerja yang merasa bosan karena rendahnya pendapatan dan stagnannya kehidupan di propinsi ini (serta para pencari kerja yang putus asa karena tidak tersedianya lapangan kerja yang sesuai dengan spesifikasi pendidikan mereka) berpandangan bahwa kedatangan investor ini akan membawa angin baru (penyelamat kehidupan mereka). Perubahan yang seignifikan dalam kehidupan mereka seperti tersedianya lapangan kerja, meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan, serta baiknya taraf hidup masyarakat. Pendapat demikian mengemuka karena mereka melandaskan pemikiran mereka pada sisi praktisnya saja, yakni sisi “materi” berupa kemajuan ekonomi.

Kemudian para pemilik modal (pengusaha lokal) ada yang pecah suara mereka, terdapat segolongan yang menerima dan segolongan lain yang menolak. Bagi yang menerima beranggapan hal ini baik bagi perkembangan ekonomi propinsi ini kedepannya. Setidaknya usaha mereka yang telah ada akan semakin berkembang seiring dengan kedatangan investor ini. Dimana meningkatnya jumlah tenaga kerja, meningkatnya penghasilan (sebagian kecil) penduduk, serta naiknya taraf hidup (segolongan elit). Hal ini akan berdampak kepada usaha mereka yang bergerak di bidang lain, dimana mereka memanjakan pola hidup konsumtif segelintir orang berpunya di negeri ini.

Serta alasan lainnya ialah karena mereka tidak sanggup untuk bersaing atau merasa kalah atau dizhalimi oleh salah satu atau beberapa pengusaha lokal yang bermodal kuat dan memiliki jaringan luas. Dengan masuknya investor ini diharapkan dapat mengimbangi (kalau dapat mengalahkan) kekuatan dari pengusaha lokal yang semakin menjadi-jadi ini. Continue reading “Bermental Budak”

Tak Berkening

“Kapan negeri ini hendak maju, setiap usaha yang dilakukan untuk memajukan negeri, orang-orang pandir serupa engku-engku ini selalu berteriak-teriak perihal Tanah Ulayatkah itu atau sekarang Pemurtadan. Cobalah tengok propinsi tetangga dan juga perluas jaringan informasi engku-engku, tidak ada itu yang namanya Kristenisasi atau Pemurtadan. Itu semua hanyalah bualan orang-orang pandir dipanas-panasi pula oleh sekelompok pengusaha lokal yang takut bersaing dengan JTR…”

“Mana buktinya, mana pernah terdengar kasus pemurtadan di rumah sakit itu. Merekakan tidak pandir, kalau memang ada, tentulah sedari dulu rumah sakit mereka itu ditutup orang. Jangan terlalu didengar pendirian kaum fanatik yang serupa katak di bawah tempurung itu. Ditertawakan orang seindonesia kita ini. Apalagi ormas radikal serta sekelompok perempuan bercadar juga ikut serta dalam demo Kamis yang silam, semakin nyatalah bahwa aksi itu hanyalah bentuk kefanatikan segelintir orang di bandar ini saja..” seru Sutan Malenggang dengan pongahnya tatkala duduk-duduk di balai selepas Jum’at.

Sutan Malenggang yang masih tergolong muda ini ketika itu berhadapan dengan para engku-engku yang telah berumur. Ada yang telah berusia di atas 50 tahunan, 60 tahunan, 70 tahunan, bahkan ada pula engku yang berusia di atas 80 tahunan. Sudah patut pula dipanggil inyiak atau datuk oleh Sutan Malenggang ini.

Namun Sutan Malenggang ialah orang berpendidikan, tamatan universitas terkenal. Sekarang dia bekerja pada salah satu instansi pemerintahan serta memiliki pekerjaan sambilan sebagai pemilik perkebunan sawit dan beberapa usaha perdagangan. Sangat dielu-elukan oleh orang kampung, terutama kaum-kerabat serta dunsanak sesukunya. Konon kabarnya Sutan Malenggang ini merupakan Putera Mahkota bagi Datuknya.

Datuknya belumlah uzur benar, namun merasa uzur saja. Sebab kamanakan sudah Gedang Bertuah, tentulah lebih pantas apabila dia yang menyandang gelar datuk ini, Datuak Malenggang Di Langik, itulah gelar pusakanya.

Orang-orang kampung yang telah faham tabi’at Sutan Malenggang hanya diam mendengar perkataan Sutan Malenggang ini. Baru tadi pagi ia pulang dari Bandar Niaga di Pesisir Barat hendak pergi selepas Jum’at ini ke Rantau Pas*man, disanalah terletak Kebun Sawit si sutan ini.

Banyak orang kampung yang heran tatkala melihat Sutan Malenggang ikut pula Shalat Jum’at di surau. Biasanya si sutan selalu berkilah kalau sudah menjamak dan mengqasar shalatnya, dalihnya ialah sebab pada saat sekarang dia sedang berada di dalam perjalanan. Orang-orang kampung hanya geleng-geleng kepala sambil mengulum senyum “Terserah di dialah, diakan orang pintar, berpangkat, dan kaya. Kita orang kampung ini pastilah dianggap pandir saja olehnya..”

Namun orang kampung cukup merasa heran dengan perkataan Sutan Malenggang barusan “Apakah si kafir itu hendak mendengarkan kata kita apabila nantinya dia membuat gereja dan sekolah penginjilan di dalam kawasan tersebut? “Apapula hak engku-engku mencampuri urusan saya, inikan tanah saya, yang akan saya bangunpun dengan uang saya. Tak ada hak bagi engku-engku mencampurinya. Ini ialah negara bebas, jadi hargailah kebebasan setiap warga negara” dapat saja si kafir itu bercakap demikian nantinya” dapat saja perkara yang demikian berlaku.

Namun orang-orang diam saja, tak hendak melawan. Sebab tak ada guna, orang serupa Sutan Malenggang ini ialah jenis manusia Minangkabau Moderen, sudah tak ada raso jo pareso dalam dirinya. Secara keturunan memanglah Minangkabau namun secara kepribadian, watak, dan karakter sudah menjadi orang Jakar*a ia ini. Kasar dan tak memiliki sensitifitas kepada orang lain dan lingkungan. Continue reading “Tak Berkening”