Semenjak keluar pengumuman dari Ketua Penyelenggaran Pemilihan Umum di republik ini perihal pemenang dari pemilihan besar ini maka beragam tanggapan yang tampak oleh kami. Ada yang kecewa karena kenapa sampai banyak orang pandir yang memenangkan Si Sani di republik ini? Pertanyaan serupa itu timbul karena mereka percaya hasil pemilihan ini ialah jujur, tiada yang mencurangi.
Ada pula yang tiada percaya “Pastilah karena pemilihan ini tiada jujur, telah dikicuh kita-kita ini..”
Ada jua yang dengan enteng bercakap “Kalau dahulu saya memilih Si Wahid maka sekarang karena Si Sanilah yang menang maka ia yang saya pilih..”
Sedangkan fihak lain dengan mencemooh berkata “Kalau kalah ya sudah kalah saja, tak usah mendakwa orang berbuat curang!!?”
Pernyataan serupa ini dijawab oleh engku-engku “Kalau fihak engku yang kalah, engkupun pastilah akan mengajukan dakwaan yang serupa dengan yang kami lakukan..”
Bagi orang Minangkabau yang telah memenangkan Si Wahid mendapat banyak cobaan, cobaan pertama ialah sebagian besar media di propinsi ini berfihak kepada Si Sani. Sungguh semakin tampak kilaunya emas maka semakin lupa diri manusia itu. Cobaan kedua ialah para penyokong Si Sani di daerah ini mulai kegadang-gadangan bahkan bersikap diluar batas, gedang kepala, merasa berkuasa, congkak, dan lain sebagainya.
Diantara mereka ada yang berkata “Seharusnya orang Minangkabau malu karena lebih memilih Si Wahid yang beribukan Kafir dibandingkan Si Sani yang sudah jelas-jelas muslim. Apatah lagi wakilnya Si Sani ialah Rang Sumando bagi kita..”
Coba engku dan encik tengok perangai mereka, sudah kurang ajar, tiada ada rasa, dan mulai kegadang-gadangan. Bahkan ada sebagian orang yang sampai-sampai berpandangan bahwa “Orang Minangkabau mesti malu muka terhadap Rang Sumando, sebab dia tiada menang di kampung isterinya..”
Kamipun heran “Memangnya ada pula keharusan bahwa seorang Sumando mesti menang di kampung isterinya. Apatah ini lagi kampung yang jarang disilau, sudah hanyut di rantau saja..??”
Orang Minangkabau bukanlah orang pandir, mereka bukan menolah Si Sani beserta Rang Sumando Kami akan tetapi Kekuatan Jahat yang berada di belakang mereka. Kami tiada peduli dengan perkataan orang yang belum tentu benar bahwa Si Sani itu Cina dan Kafir karena kami bukanlah bangsa yang mudah dihasung (provokasi). Sejarah telah membuktikan bahwa selepas kejatuhan Soeharto dimana kerusuhan melanda republik ini hanya di Propinsi kamilah yang aman-aman saja. Engku-engku Pendukung Si Sani fikirkanlah itu!!! Continue reading “Akankah Sejarah Kembali Berulang?” →