Ilustrasi Gambar: Internet
Alkisah di suatu hutan yang antah barantah, hiduplah sekelompok binatang dari berbagai macam jenis. Binatang-binatang ini diperintahi oleh seekor burung Merak, yang kepemimpinannya ditentukan sendiri oleh Raja Rimba. Raja Rimba ialah pemimpin dari sekalian binatang yang terdapat di hutan yang meliputi lembah, bukit, ataupun gunung. Amatlah besar kekuasaan Si Raja Rimba, oleh karena itu beliau membutuhkan para pembantu untuk membantu mengurusi sekalian binatang (rakyat) yang menjadi tanggungannya.
Si Raja Rimba biasa dipanggil dengan panggilan Tuanku Singo Rajo Lelo. Beliau memerintah dibantu oleh beberapa orang besar. Pertama ialah dua orang besar yakni Tuanku Singo Barapi dan Tuanku Baribeh[1] Hitam. Kemudian dibawah mereka masih ada sekitar 13 orang besar lainnya. Salah satu dari 13 orang besar ini bernama Tuan Jawi[2] Gadang. Tuan Jawi Gadang inilah yang menjadi induk semang (atasan) langsung si Burung Merak.
Si Burung Merak bernama lengkap Rangkayo Merak Jinak, oleh sekalian binatang di bawah pimpinannya biasa dipanggil dengan sebutan “Rangkayo” saja. Merak Jinak dan kaumnya tinggal di sebuah lembah nan elok, menempati beberapa pokok pohon yang cukup besar batangnya. Pada lembah itu mengalir sebuah batang aia[3] yang dijadikan sebagai sumber bagi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Banyak kelompok binatang yang dengki dengan mereka, namun karena kehidupan mereka dijalankan dengan segala peraturan yang ada oleh Si Raja Rimba, maka mereka tak berdaya untuk berbuat rusuh.
Merak Jinak belumlah berapa lama ini diangkat oleh Tuanku Singo Rajo Lelo sebagai “Yang Dipertuan”[4] dalam kelompoknya. Sebelumnya yang menjadi pimpinan ialah Rangkayo Kuciang Parsi. Namun kekuasaannya telah berakhir dikarenakan kesilapan sendiri ditambah dengan tipu muslihat oleh para oran besar yang tak begitu senang dengan kedekatan Rangkayo ini dengan Tuanku Singo Rajo Lelo.
Ilustrasi Gambar: Internet
Kelompok binatang yang dipimpin oleh Si Merak Jinak ialah sekelompok binatang yang saling dengki, saling hasad, dan saling benci. Diantara para binatang ini terdapat beberapa ekor yang berumur lebih tua dari Merak Jinak, sehingga terkadang menyulitkan Si Merak dalam memerintahi kaumnya tersebut. Binatang-binatangnya keras kepala dan berhati batu, hanya beberapa ekor saja yang masih sehat jiwa, akal, dan hatinya. Selebihnya ialah para binatang jahanam yang sehari-hari pekerjaannya ialah menebar kebencian, permusuhan, dan fitnah.
Karena sudah tak tahan lagi dengan keadaan yang demikian, maka Merak Jinakpun akhirnya berkeputusan untuk mengumpulkan sekalian kaumnya untuk mengadakan rapat. rapat diadakan pada pagi di hari Jum’at nan elok, dengan penuh harap dengan kesucian hari Jum’at ini dapat juga mendinginkan hati dan kepala kaumnya hendaknya.
Semenjak permulaan rapat, keadaan telah berlangsung panas. Sebab terdapat beberapa ekor binatang yang selama ini terkenal dengan kekerasan sikapnya layaknya bangsa Yahudi. Tak hendak mendengarkan pendapat orang, dan kata yang didia juga yang benar dan didengar hendaknya. Mereka itu ialah kelompok Anjiang Hitam. Selama mufakat mereka selalu menyalak-nyalak dengan keras. Tujuannya ialah hendak memperlihatkan kebesaran diri dan sebagai peringatan kepada lain agar mereka jangan pernah mencoba untuk melawan. Continue reading “Rapat Para BInatang” →