Berhati-hati dalam Memaknai

Gambar: Disini

Cupak dililih urang panggaleh, jalan diasak urang lalu (Cupak diraut oleh pedagang, jalan dialih – ditukar – orang yang lewat) – Pepatah Minangkabau

Tiada salah kiranya salah seorang kawan kami pernah berkata “Semestinya di perguruan tinggi itu dibuka satu jurusan yang bernama Jurusan Falsafah Minangakabu..”

Kata kawan kami, berbagai falsafah, pepatah-petitih, maupun curaian adat ataupun orang tua-tua di Minangkabau ini sangat kaya makna. Tidak dapat dimaknai secara tersurat saja melainkan tersirat. Adapun memaknai secara tersirat tidak semua orang dapat melakukannya.

Adapun nilai dan ajaran nan terkandung dalam ajaran falsafah Minangakabau itu tak kalah tingginya apabila dibandingkan Filsafat Yunani, Romawi, Mesir, Babilonia, India, ataupun Cina yang selama ini acap disebut-sebut dalam pembelajaran di perguruan tinggi. Namun agaknya pepatah rumput di pekarangan jiran lebih hijau dari rumput di pekarang sendiri sangat berlaku di negeri ini.

Continue reading “Berhati-hati dalam Memaknai”

Siapa yang Hipokrit!?

Ilustrasi Gambar: Internet

Ilustrasi Gambar: Internet

Semula telah terbayangkan oleh kami serupa apapun kelakuan, perbuatan, ataupun pernyataan yang dikeluarkan oleh fihak Penguasa maka mereka akan selalu memiliki argumen untuk melakukan Pembelaan terhadap fihak Penguasa. Kasus Plt Gubernur Ibu Kota Republik yang suka berbiacara sekehendak hati tanpa memikirkan orang yang talantuang kiri-kanan akan mendapat ribuan dukunan dari para Pendukung Fanatiknya. Sikap keras dan kasar dari PLT Gubernur tersebut dianggap sebagai suatu “ketegasan”.

Sebaliknya apabila orang yang beragama Islam yang berkelakuan demikian maka dengan mudah cap fanatik, radikal, fundamentalis, ataupun teroris mereka campakkan. Sungguh kami tiada habis fikir entah terbuat dari apa hati mereka-mereka ini.

Dan sekarang kasus Menteri Baru yang menghangat, banyak orang yang memprotes dan mencemooh gaya hidup dan sikap yang ditunjukkan oleh mentri baru ini di hadapan khalayak. Dan sekali lagi mendapatkan pembelaan dan dukungan, kata salah seorang pendukung mereka “Ibu menteri merokok ialah sesuatu yang Positif dari sisi kemerdekaannya, hal lugas seperti ini memang harus dibudayakan..” pembelaan ini disertakan dengan menyebut-nyebut perihal hipokritas.

Kami hanya mengurut dada saja mendapati pembelaan serupa ini, sudah tahu kami akan ada hal serupa ini yang berlaku namun tetap kami terkejut dibuatnya. Apalagi yang memberikan ialah orang yang mengaku berasal dari suku bangsa Minangkabau pula. Memanglah demikian, banyak orang Minangkabau yang tinggal di rantau telah terpeleset akal mereka, melenceng akidah mereka. Telah banyak pula yang bertukar kiblat.

Padahal kalau seandainya ada perempuan yang memakai baju gamis, berjilbab besar, bahkan ada pula yang memakai cadar maka akan mereka maki dengan makian “Islam aliran sesat! Islam murni! Islam apapula itu!” atau “Ini Indonesia bukan Negeri Arab! Tak ada Padang Pasir disini..” Continue reading “Siapa yang Hipokrit!?”

Akankah Sejarah Kembali Berulang?

Semenjak keluar pengumuman dari Ketua Penyelenggaran Pemilihan Umum di republik ini perihal pemenang dari pemilihan besar ini maka beragam tanggapan yang tampak oleh kami. Ada yang kecewa karena kenapa sampai banyak orang pandir yang memenangkan Si Sani di republik ini? Pertanyaan serupa itu timbul karena mereka percaya hasil pemilihan ini ialah jujur, tiada yang mencurangi.

Ada pula yang tiada percaya “Pastilah karena pemilihan ini tiada jujur, telah dikicuh kita-kita ini..”

Ada jua yang dengan enteng bercakap “Kalau dahulu saya memilih Si Wahid maka sekarang karena Si Sanilah yang menang maka ia yang saya pilih..”

Sedangkan fihak lain dengan mencemooh berkata “Kalau kalah ya sudah kalah saja, tak usah mendakwa orang berbuat curang!!?”

Pernyataan serupa ini dijawab oleh engku-engku “Kalau fihak engku yang kalah, engkupun pastilah akan mengajukan dakwaan yang serupa dengan yang kami lakukan..”

Bagi orang Minangkabau yang telah memenangkan Si Wahid mendapat banyak cobaan, cobaan pertama ialah sebagian besar media di propinsi ini berfihak kepada Si Sani. Sungguh semakin tampak kilaunya emas maka semakin lupa diri manusia itu. Cobaan kedua ialah para penyokong Si Sani di daerah ini mulai kegadang-gadangan bahkan bersikap diluar batas, gedang kepala, merasa berkuasa, congkak, dan lain sebagainya.

Diantara mereka ada yang berkata “Seharusnya orang Minangkabau malu karena lebih memilih Si Wahid yang beribukan Kafir dibandingkan Si Sani yang sudah jelas-jelas muslim. Apatah lagi wakilnya Si Sani ialah Rang Sumando bagi kita..”

Coba engku dan encik tengok perangai mereka, sudah kurang ajar, tiada ada rasa, dan mulai kegadang-gadangan. Bahkan ada sebagian orang  yang sampai-sampai berpandangan bahwa “Orang Minangkabau mesti malu muka terhadap Rang Sumando, sebab dia tiada menang di kampung isterinya..”

Kamipun heran “Memangnya ada pula keharusan bahwa seorang Sumando mesti menang di kampung isterinya. Apatah ini lagi kampung yang jarang disilau, sudah hanyut di rantau saja..??”

Orang Minangkabau bukanlah orang pandir, mereka bukan menolah Si Sani beserta Rang Sumando Kami akan tetapi Kekuatan Jahat yang berada di belakang mereka. Kami tiada peduli dengan perkataan orang yang belum tentu benar bahwa Si Sani itu Cina dan Kafir karena kami bukanlah bangsa yang mudah dihasung (provokasi). Sejarah telah membuktikan bahwa selepas kejatuhan Soeharto dimana kerusuhan melanda republik ini hanya di Propinsi kamilah yang aman-aman saja. Engku-engku Pendukung Si Sani fikirkanlah itu!!! Continue reading “Akankah Sejarah Kembali Berulang?”

Pedenya Timses No.1 di Sumbar

Ilustrasi Gambar: Internet

Ilustrasi Gambar: Internet

Tatkala kami berada dalam perjalan dari Padang hendak pulang ke Bukittinggi, isteri kami berujar dengan heran “Tuan, coba tengoklah! Sedari tadi sepanjang jalan yang kita lalui lebih banyak agaknya spanduk pasangan urut no.2 kita temui..”

Sebenarnya kami telah jauh-jauh hari memerhatikan, tidak hanya jalan jurusan Bukittinggi-Padang, namun jalan-jalan yang lainpun demikian. Kamipun sama pula herannya dengan isteri kami, ada apa gerangan? Tim Sukses No.2 yang terlalu gesit dan banyak uangkah atau Tim Sukses No.1 yang yakin akan menang mutlak di propinsi ini?

Kami cukup sedih juga karena Tuan Gubernur bersama beberapa orang Bupati dan Walikota di propinsi ini ikut dalam Tim Sukses No.1. Memanglah ada terdapat beberapa spanduk dimana gambar Tuan Gubernur disandingkan dengan gambar Capres dan Cawapres No.1 namun masih kalah jauh dengan spanduk kepunyaan No.2.

“Mungkin karena No.2 kurang percaya diri akan mendulang suara di Ranah Minang ini dinda, makanya bekerja demikian keras untuk mengambil hati orang Minang..” jawab kami sekenanya.

Sebenarnya tidak hanya spanduk akan tetapi juga brosur serta tabloid yang berjudul “Minang News” kami dapati sampai ke kampung kami. Kami kecewa, sungguh sangat kecewa dengan Tim Sukses No.1. Kalau kami yang sudah yakin dengan pilihan ini yang menjadi sasaran kampanye, Insya Allah tak apa. Akan tetapi bagaimana dengan orang-orang yang masih bimbang dan mencari-cari dalam menentukan pilihan tanggal 9 nanti?

Orang bijak pernah berkata “Memandang remeh musuh ialah pertanda awal dari kekalahan..”

Minangkabau ialah negeri yang penuh akan pergolakan, dijuluki “Benteng Republik” oleh sejarawan barat karena untuk tataran Pulau Andalas, hanya di propinsi ini pada masa dahulunya Belanda tak berhasil mendirikan negara boneka dimasa Republik Indonesia Serikat (RIS). PDRI[1] sebagai mata rantai dari Pemerintah Republik Indonesia dengan Presidennya Syafruddin Prawiranegarapun berposisi di propinsi ini. Begitu juga dengan yang terakhir yakni Pemberontakan PRRI[2] yang meletus karena penentangan orang Minangkabau atas Ideologi Komunis.[3] Continue reading “Pedenya Timses No.1 di Sumbar”

Kanak-kanak Dewasa

Sungguh aneh sangat keadaan perpolitikan di negeri ini, setiap hari ada-ada saja kejadian yang membuat kami bersedih hati dibuatnya. Tingkah pola manusia memang tak dapat dimengerti, dapat begitu bencinya, dapat pula begitu sukanya.

Tatkala melihat keadaan pemikiran orang-orang sekarang, terutama di jejaring sosial. Kami terkenang akan sikap kanak-kanak yang sering kami amati. Bedanya ialah apabila kanak-kanak melakukan suatu perbuatan atau ucapan yang salah dapat kita sapa sambil mengajari bahwa perbuatan dan ucapannya itu salah. Namun bagaimana dengan orang yang telah dewasa dalam segi umur namun dalam perbuatan dan ucapan masih serupa kanak-kanak yang tak berakal?

Sebagian besar orang memanglah mudah percaya atas apa yang dilihat dan didengarnya. Tak pandai bertanya dan mencari tahu terlebih dahulu –atau kata orang hebat “berfikir kritis” – melainkan menelan bulat-bulat apa yang diterimanya. Penerimaan mereka atas suatu kabar sebagian besar berdasarkan kepada kecenderungan pribadi. Apabila dia orang yang tak mau tahu dengan agama, menyepelakan agama, dan tak suka hidup dalam aturan agama maka mereka akan memakan bulat-bulat segala kabar yang menyudutkan agama. Atau menyukai fihak ataupun orang yang sama pandangannya dengan dirinya.

Demikian pula sebaliknya, apabila orang tersebut merupakan seorang yang hidup dengan agama maka akan bersikap sebaliknya. Akibatnya pada saat sekarang di republik ini tengah berlangsung peperangan antara Demon versus Angel.

Namun yang membuat kami sedih lagi ialah bahwa keadaan orang yang dibela dan diagung-agungkan agaknya tak pula seperti yang dibayangkan oleh para pemuja mereka. Perihal keadaan diri mereka masihlah simpang-siur, difihak kawan akan tampak yang baik-baik namun keadaan berlainan berlaku di fihak lawan yakni yang buruk-buruk saja yang tampak.

Benarlah kata orang bijak “Apabila hendak mengetahui perihal keburukan seseorang maka tanyalah lawannya. Namun apabila hendak tahu mengenai kebaikannya maka tanyailah kawannya..Continue reading “Kanak-kanak Dewasa”

Kacang Lupa Akan Kulitnya

Ilustrasi Gambar" Internet

Ilustrasi Gambar” Internet

Pada suatu petang hari, salah seorang kawan kami datang ke rumah. Hendak bercakap-cakap menyambut petang hari nan cerah ini. Memanglah sangat jarang kami dapati pada masa sekarang ada orang-orang yang menghabiskan petang hari dengan berbual-bual bersama kawan-kawan mereka. Kebanyakan dari orang sekarang ialah menyibukkan diri dengan berbagai macam kegiatan atau sudah keletihan selepas pulang bekerja di kantor.

Isteri kami menghidangkan sacangkir kopi untuk kawan kami ini, adapun kami lebih senang dengan secangkir teh. Bukankah pada petang hari serupa ini lebih cocok apabila dikawani oleh secangkir teh? Kebetulan pula isteri kami baru saja membuat goreng pisang batu. Mak Kari baru saja menebang pisang di perak keluarga isteri kami nan di baruah tadi siang.

Sambil memipia pisang goreng yang masih terlalu panas, kawan kami ini berujar “Tahukah engku, kian hari bertambah sakit kepala saya ini dibuatnya..”

“Hah, apa hal engku..?” tanya kami heran.

“Tak tahukah engku, setiap hari ancaman yang dihadapi oleh nagari kita Minangkabau ini bertambah-tambah saja..” terang kawan kami ini.

Kamipun terdiam, kalau maksud kawan kami ini ialah ancaman lahir (fisik) memanglah belum tampak namun apabila yang menjadi ancaman itu ialah akidah, akhlak, serta adat kami Orang Minangkabau maka benarlah apa yang ditakutkan oleh kawan kami ini “Bukankah yang demikian telah berlangsung semenjak dari dahulu engku..?” tanya kami kepada kawan kami ini.

“Hah..! itulah ia. Engku sudah tahu tapi masih tetap tenang-tenang saja ataukah berpura-pura tak mengetahui? Lebih memilih hidup tenang dengan mengabaikan segala kenyataan yang tengah berlaku tersebut?! Atau membohongi diri engku sendiri serupa orang-orang SEPILIS itu dengan mengatakan bahwa Agama itu ialah Urusan Pribadi antara Manusia dengan Tuhan..!?

Kamipun terkejut dengan jawapan yang kami dapat dari kawan kami ini. Memanglah selama ini kami lebih banyak bersikap abai mengenai perkara ini “Masih banyak yang hendak difikirkan..!” begitulah kata hati kami “Kehidupan anak-isteri entah hendak dibawa kemana, mesti lebih keras lagi usaha mencari uang untuk mereka..!” kata suara hati kami yang lain.

“Tentulah ada difikirkan jua engku, manalah mungkin akan tenang hati ini. Namun apalah daya kita ini, Tak ada daya apapun jua, orang-orang berkuasa yang disanapun tak dapat berbuat apa-apa. Usaha kami sekarang hanyalah memperkokoh keimanan anak-kamanakan, dan keluarga kami saja lagi..” jawab kami berdusta membela diri.

Kawan kami memandang kami dengan pandangan curiga “Memanglah benar engku, kamipun menyadari bahwa usaha yang engku tempuh sudah sangat baik sekali. Memang harus dimulai dari keluarga dan orang-orang terdekat. Namun orang-orang kafir ini mereka tiada pernah lelah dan berhenti, tipu daya mereka amatlah kuatnya karena media bersama mereka. Ditambah lagi uangpun ada pula bersama mereka..” Continue reading “Kacang Lupa Akan Kulitnya”