Perihal Perlontean

Picture: Here

Hujan bapuhun, paneh ba asa, kato bamulo:

Masalah:

Dari empat seri tulisan ini:

  1. Perlontean di Bukit Tinggi
  2. Perlontean di Padang
  3. Perlontean di Padang2
  4. Perlontean di Padang3

Maka patut kiranya diambil tindakan serupa ini oleh Pemimpin-pemimpin kita di daerah:

1. Si Maya, si Laura, Laras dan Murni itu, bekerja sebagai pelacur, pelonte atau mendekatinya. Maya punya anak usia 5 tahun yang harus dibiayainya sedangkan Laura belum punya beban hidup akan tetapi malas bekerja. Murni, mungkin mahasiswi atau pelajar nan tak tau diuntuang/ indak baradat, entahlah. Continue reading “Perihal Perlontean”

Perlontean di Bukit Tinggi

PIcture: Here

Dikutip dari rantaunet@googlegroups.com, Sabtu, 19/07/2008 19:48 WIB

Remang-Remang Kehidupan Malam di Bukittinggi
oleh: Habib

Suasana malam di Jam Gadang Bukittinggi, ada kehidupan lain disudut-sudut kota yang tak terbaca. Hawa dingin, malam, pekan silam benar-benar menidurkan Bukittinggi. Malam hanya menyisakan kelam.

Tak banyak terlihat anak muda nongkrong di tempat hiburan, tepatnya disebut cafe di kawasan Jalan A. Yani. Kampuang Cino tempat cafe-cafe melayani turis. Continue reading “Perlontean di Bukit Tinggi”

Kecelakaan di Sicincin

Onda yang tersangkut di bawah oto truk

Onda yang tersangkut di bawah oto truk

Tatkala kami hampir sampai ke Kantor Bupati Padang Pariaman yang berada di Sicincin, tepatnya beberapa meter sebelum kita berbelok menuju Komplek Kantor Bupati, kami dapati keadaan lalu lintas yang agak tersumbat. Beberapa kendaraan berjalan sangatlah lambatnya, merayap kata orang Jakarta. Beberapa meter di hadapan kami – tepatnya dari arah berlawanan – kami dapati satu buah Oto Truk Besar tengah menepi perlahan-lahan. Karena Oto Truk itulah jalanan menjadi macet, badan dari oto truk tersebut cukup lebar sehingga menyebabkan kepayahan bagi oto yang ada dibelakang untuk memintasnya.

Pada pemandangan kami terhadap Oto Truk itu kami merasakan ada yang aneh, sepertinya ada sesuatu yang mengganjal dibawah truk tersebut. Semakin kami mendekat maka akan semakin jelas rupanya ada satu buah onda yang berada tepat di bawah kolong oto truk tersebut. Sudah tak berbentuk agaknya onda itu. Sungguh telah terjadi suatu kecelakaan di hari ketiga (bagi engku dan encik tentulah hari kedua) puasa ini agaknya.

Rupanya beberapa meter di belakang oto truk itu ramai pula orang tegakl-tegak di tepian jalan – sebelumnya sudah ramai namun sekarang bertambah ramai – ada pula yang memakai seragam DLLAJ ada pula yang memakai seragam PNS. Jalan sebelah kanan tak dapat dilalui agaknya, karena beberapa orang ramai beridiri disana. Oto dari arah Padang terpaksa berjalan keluar dari badan jalan sedangkan oto dari arah Bukittinggi mengambil jalan kami dari Padang.

Kemudian kami dapati pecahan kap onda berserakan di tepi jalan, dan selepas itu..

“Ya Allah.. tuan tengoklah…!!” teriak isteri sambil memalingkan muka dan badannya ke arah kiri. Continue reading “Kecelakaan di Sicincin”

Para Pencari Rupiah di Jam Gadang

Keadaan Jam Gadang dilihat dari arah Istana Bung Hatta

Keadaan Jam Gadang dilihat dari arah Istana Bung Hatta

Ini merupakan pengalaman kami bersama beberapa orang keluarga ketika menghabiskan malam Ahad di Jam Gadang. Bagi kami yang sesekali ke sini, adalah sesuatu yang menarik hati melihat orang ramai berjualan di malam hari. Beraneka macam barang dagangan mereka perjual belikan, kebanyakan ialah pakaian, hiasan (aksesoris), mainan anak-anak, dan lain sebagainya. Adapula orang yang menjual jasa, serupa dua orang bapak yang pada tulisan yang dahulu telah kami kisahkan, para badut dan orang-orang berpakaian layaknya pahlawan super (seperti power ranger, kesatria baja hitam, & Iron Man).

Ada satu orang yang juga menjual jasanya, dia ialah seorang pelukis potret. Dia dapat melukis rupa kita di kertas gambar biasa ukuran A3. Kita dapat datang sendiri ke sana untuk dilukis wajah kita atau cukup dengan memberikan foto kita kepada pelukis ini.

Dia mengambil harga Rp. 250.000,- untuk satu gambar orang dewasa pada awal bulan dan Rp. 150.000,- untuk akhir bulan. Jika gambar hendak diberi bingkai, harganya ditambah, namun kami masih ragu berapa tambahan harganya.

Pada hari biasa, dia hanya mendapat pelanggan sekitar 5-6 orang setiap malamnya. Sedangkan pada hari libur besar serupa libur hari raya, dia mendapat pelanggan sampai 35 orang setiap malamnya. Biasanya dia membuka layanan hingga pukul 12 malam atau paling lambat pukul satu dini hari.

Badut-badut

Badut-badut

Kemudian ada juga pengamen lain, sepertinya mereka satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak. Mereka medendangkan lagu minang dengan menggunakan gendang, saluang, rebab, dan beberapa alat musik lainnya. Sungguh suatu pemandangan yang menyentuh hati, kami mengucap syukur dalam hati kepada Allah Ta’ala atas keadaan keluarga kami yang sudah sangat baik ini.

Para badut dan para pemakai seragam pahlawan super juga menarik perhatian kami. Kami yakin pastilah cukup berat pakaian tersebut dan kebanyakan dari mereka masih kanak-kanak.

Melihat seragam badut tentulah sudah biasa, namun tampaknya orang Bukittinggi itu cerdik-cerdik (kreatif). Mereka membuat seragam para pahlawan super, menjadi ajang pertunjukan pula serta juga dapat menjadi ciri khas bagi pelancongan (pariwisata) di kota ini. Continue reading “Para Pencari Rupiah di Jam Gadang”

de Stram Park

Gerbang Kebun Binatang Kinantan Gambar: Internet

Gerbang Kebun Binatang Kinantan
Gambar: Internet

Kebun Binatang Kinantan di Pasa Ateh,[1] tahukah engku dan encik dengan sejarah awal mula keberadaan kebun bintang ini? tahu pulakah engku dan encik tepatnya nama kawasan dimana kebun binatang ini berada sekarang?

Kami yakin bahwa engku dan encik sekalian tak banyak yang tahu, bahkan bagi orang Bukittinggi sendiri kami rasa juga tak ada yang tahu, kami rasa.

Kebun binatang yang sekarang bernama Kebun Binatang Kinantan[2] merupakan kebun binatang pertama dan tertua di Minangkabau. Terletak di Bukit Malambuang,[3] itulah nama tempatnya engku dan encik sekalian.

Pembagunan awal ialah tahun 1900 oleh tuan-tuan gubernemen,[4] semula dirancang hanyalah sebagai sebuah taman bunga. Lebih dikenal oleh orang-orang ketika itu dengan nama Stram Park atau Taman Stram. Nama stram merupakan nama dari perancang dari taman ini, beliau ini bernama panjang Stram Gravenzande.[5] Continue reading “de Stram Park”

Karena Rokok yang di Maling

Pernah pada suatu ketika di masa remaja, kami melakukan suatu petualangan bersama seorang kawan. Namun sebelum itu, sebagai permulaan, engku dan encik izinkanlah kami untuk menceritakan latar belakangnya terlebih dahulu.

Kami tinggal pada sebuah kampung yang berjarak sekitar 12 Km sebelah timur laut Kota Bukittinggi. Terlatak di kaki Bukit Barisan. Pada masa kami remaja, kebanyakan anak-anak usia sekolah SMA melanjutkan sekolah mereka di kampung kami. Sebab beberapa tahun yang lalu telah dibuka oleh orang sekolah SMA di kampung. Hanya beberapa orang yang beruntung melanjutkan sekolah ke Bukittinggi.

Walau enggan kami bersekolah juga di kampung, karena kami telah berkeinginan untuk bersekolah di Bukittinggi, namun orang tua kami memaksa kami untuk bersekolah di kampung. Alangkah kecil hati kami ketika itu, karena hanya bersekolah di kampung. Sedangkan beberapa orang kawan kami bersekolah SMA di Bukittinggi.

Begitulah kami, karena bersekolah di kampung. Ke pasa[1] hanya sekali-sekali pula dan itupun harus dengan alasan yang kuat, kalau tak, maka takkan mendapat izin pergi ke pasa. Maka jadilah kami orang udik, orang kampung, orang dusun. Pergi ke pasa ialah suatu anugerah bagi kami, sungguh menyedihkan memang karena sebaliknya kawan-kawan kami yang bersekolah di pasa hampir tiap hari ke sana dan tidak perlu mengemukakan alasan kuat untuk pergi ke sana. Sebab mereka memang bersekolah di sana.

Ayahanda dan bunda semacam petugas imigrasi, kalau tak dapat alasan yang kuat, maka jangan harap akan mendapat izin pergi ke pasa. Begitulah ketika itu keadaan kami engku dan encik sekalian.

Ketika itu, kira-kira permulaan tahun 2000-an. Salah seorang kawan kami yang sama-sama bersekolah di kampung, mengajak kami untuk pergi bertualang ke Bandar Padang “Kita pergi pagi, lalu pulang petang harinya. Kita coba pula seperti apa rasanya pergi sendiri tanpa dikawani oleh orang tua ataupun kerabat naik ANS[2] ke Padang itu..” bujuknya kepada kami.

Sebuah tantangan yang memancing rasa ingin tahu, siapa kiranya yang hendak menolak. Kamipun menyetujuinya, sebab sudah lama pula terasa oleh kami keinginan yang serupa. Selama ini kalau ke Padang, kami selalu dikawani oleh kerabat. Sekarang, kami akan pergi ke Padang hanya berdua, dua orang anak bujang dari kampung.

Perusahaan Bus ANS merupakan perusahaan bus ternama yang melayani pengangkutan penumpang dari Bukittinggi ke Padang. Dahulu yang dipakai ialah bus besar ini. Namun semenjak pertengahan tahun 2000-an ANS mengganti armadanya dengan bus yang lebih kecil.

Perusahaan Bus ANS merupakan perusahaan bus ternama yang melayani pengangkutan penumpang dari Bukittinggi ke Padang. Dahulu yang dipakai ialah bus besar ini. Namun semenjak pertengahan tahun 2000-an ANS mengganti armadanya dengan bus yang lebih kecil.

Pada masa itu, bagi kami yang tinggal di sudut negeri, pergi ke Padang adalah sesuatu yang luar biasa. Tidak demikian halnya pada masa sekarang, sudah menjadi hal yang biasa. Sebab keadaan zaman pada masa itu memanglah demikian. Belum begitu lancar perhubungan (transportasi) antar kota dan negeri di Minangkabau ini. lagipula, Padang ialah kota terbesar di Minangkabau yang menjadi ibu negeri bagi Sumatera Barat. Amatlah masyhur kota ini dengan segala kehidupan yang dianggap sebagai suatu kemajuan oleh orang-orang. Terutama dalam pandangan kami anak bujang udik yang masih pandir-pandir ini. Dimana kehidupan kami masihlah dikungkung dalam sebuah kampung.

Awalnya kedua orang tua kami menolak, setelah dibujuk sedemikian rupa akhirnya mereka mengizinkan kami untuk berangkat “Berhati-hatila engkau dijalan nanti, pergilah belajar untuk dewasa. Lagi pula nanti engkaupun akan berkuliah di Padang jua. Tak ada salahnya pabila engkau mencoba sambil belajar sekarang..” ujar orang tua kami pasrah. Continue reading “Karena Rokok yang di Maling”