Fashion Show Baju Minang

Pakaian Panjang Menjuntai sampai bawah. Bukanlah ciri pakaian Minang, tampaknya pakaian ini meniru-niru pakaian Pengantin Barat yang panjang nan menyapu lantai itu lebih panjang dari pakaian nan dipakai.

Tulisan kami perihal baju perempuan Minangkabau nan kurang bertaratik itu rupanya banyak nan memberi masukan. Selain berupa dukungan dan cacian juga ada beberapa surel[1] nan kami dapatkan. Salah satu dari surel itu sangat menarik perhatian kami, lebih tepatnya semakin membuat gundah hati kami. Karena si pengirim mengabarkan kepada kami bahwa apa nan kami tulis bukanlah satu-satunya, masih ada nan lain. Walaupun tak separah pawai nan telah kami kabarkan tersebut.

Berikut petikan surel nan telah kami sesuaikan bahasanya. Tiada maksud untuk memburuk-burukkan atau mencari-cari kesalahan. Cobalah tanggapi tulisan ini dengan hati bersih dan niat suci untuk kemajuan Minangkabau yang Beradat dan Islami:

Engku Sutan Paduko Basa nan kami hormati, senang hati kami membaca tulisan engku itu walau banyak jua yang tiada senang, kesal, atau bahkan marah. Beragam memang cara orang menerimanya, bagi yang tahu dengan adat dan syari’at maka mereka membenarkan apa nan engku sampaikan. Bagi yang selama ini acuh, baru tersadar mereka, beruntung orang nan serupa itu karena masih ada jenis nan lain yakni berkepala batu, keras kepala, dan merasa benar sendiri. Tiada peduli mereka nan penting ialah kebudayaan kita dikenal oleh orang luar, tiada peduli pula mereka bahwa proses peniruan atau adopsi itu mesti memerhatikan jati diri kita sebagai orang Minangkabau. Continue reading “Fashion Show Baju Minang”

Lelaki di Minangkabau

Ilustrasi Gambar: Internet

Ilustrasi Gambar: Internet

Adalah sudah menjadi adat nan tersirat di Minangkabau ini bahwa kekuasaan seorang lelaki itu terletak pada kaum perempuan dan Rumah Gadang miliknya. Karena tiada guna ia kalau tak memiliki kaum nan menjadi tanggungan dan diperintah. Sedangkan kaumnya itu terdiri dari kamanakan, saudara perempuan, ibu beserta saudaranya serta nenek beserta saudaranya. Kalau seorang lelaki telah terusir dari rumahnya maka tiada berkukulah ia dalam nagari sama dengan raja tanpa kerajaan. Namun jarang berlaku nan demikian hal ini karena fihak perempuan tiada menyadari kekuasaan sebenar nan ada pada dirinya. Kebanyakan perkara nan berlaku, perempuan sering menyerah kepada kehendak saudara lelakinya maka berkatalah orang munafiq nan berbaju liberal dan feminis “Di Minangkabau nan Matrilineal perempuannya ditindas oleh lelaki..”

Demikianlah nan banyak mengemuka di beberapa nagari di Minangkabau ini ialah para lelaki itu acap bertindak semena-mena terhadap saudara perempuan dan harta pusaka milik kaumnya. Banyak kedapatan seorang lelaki menjual-jual harta pusaka tanpa sepengetahuan atau semufakat antara dia dan saudara perempuannya. Hasil penjualan harta pusaka itu dibawa pulang ke rumah anaknya. Continue reading “Lelaki di Minangkabau”

Melangkahi Kakak Perampuan

Telah sering kami melihat seorang perempuan yang belum beruntung dalam perjodohan akhirnya dilangkahi oleh adik-adiknya. Apakah itu adik perempuan ataupun adik lelakinya. Sebaliknyapun kami juga pernah mendapati, seorang lelaki dilangkahi oleh adik-adiknya. Namun bagi lelaki, tak ada pantangan untuk dilangkahi, tidak demikian bagi perempuan, sangatlah terpantang ia..

Beragam cerita perihal pantangan ini, namun yang lazim kita temui ialah Si Kakak akan susah mendapatkan jodoh apabila ia telah dilangkahi. Entahkan ia, entahkan tidak. Namun ada jua yang kami dapati demikian, susah mendapatkan jodoh, bahkan ada yang tak menikah hingga tuanya. Namun ada pula yang tidak, selepas adiknya menikah, diapun menyusul. Memanglah ini berpulang pada keadaan perempuan tersebut.

Pada masa sekarang, pantangan tersebut telah banyak yang dilanggar. Tak ada lagi sumbangnya dalam pergaulan masyarakat Minangkabau pada masa sekarang, telah dianggap biasa saja “Ah.. kepercayaan orang terkebelakang..” mungkin demikian pendapat orang-orang yang mengaku “moderen” ini.

Namun pantangan tersebut bukanlah pantangan yang tak boleh dilanggar. Boleh dilanggar asalkan dengan caranya..

“Serupa apakah caranya itu engku..?” tanya engku dan encik kepada kami.

Pada sebagian masyarakat pada beberapa nagari di Minangkabau ini, kalau hendak melangkahi kakak perempuan maka kepada Si Adik yang hendak melangkahi selain memitakan izin kepada Sang Kakak, dia juga harus menyenangkan hati kakaknya tersebut.

“Seperti apakah menyenangkan hati kakak itu engku..?” tanya engku dan encik lagi.

Yakni dengan membawa Si Kakak itu berjalan-jalan ke pasar, suruhlah ia menunjuk (meminta) apapun hendak dibelikan. Maka permintaan tersebut mesti dipenuhi, tak peduli semahal apapun barang yang diminta mesti dipenuhi. Bisa saja Si Adik yang membelikan, dapat pula keluarga, atau Si Adik dan keluarga berkongsi kedua-duanya dalam memenuhi permintaan Si Kakak. Continue reading “Melangkahi Kakak Perampuan”

Kawan Lama

Don't Forget The Old Friend! Ecclesiasticus 9 verse 10 (1611 KJV)Pernahkah engku setelah sekian lama tak bersua, kemudian kembali berhubungan dengan kawan lama? Kawan senasib sepenanggungan, sehilir-semudik, sama-sama berbuat gaduh, dan sama-sama pula pergi shalat ke surau. Kawan dimana persengketaan dilalui dan tak berapa lama kemudian kembali berbaikan. Kawan tempat saling mencurahkan isi hati, tempat memperbincangkan angan-angan, sampai mempergunjingkan dan mencaci orang lain.

Semua itu tinggal kenangan, karena perjalan nasib tiadalah tentu dan amat rahasia. Tak disangka takdir memisahkan engku dengan kawan engku tersebut. Nasib baik untuk engku, namun nasib malang untuk kawan engku. Engku telah memiliki penghidupan, sedangkan ia pontang-panting memperjuangkan penghidupan. Memang begitulah dunia ini engku, penuh rahasia dan kejutan tiada henti.

Entah telah berapa lama engku berpisah dari kawan engku tersebut. Kemudian terdengar kabar darinya. Bagaimana kiranya perasaan engku?

Gurau dan garah tentulah menghiasi perbincangan engku berdua. Saling bertukar kabar, menceritakan kabar pengalaman antara engku berdua. Tentulah serupa itu, asyik bercerita hingga lupa waktu. Rindu dendam makin membara, perlahan-lahan rasa ngilu kembali menyergap tatkala engku diceritakan kalau dia masihlah serupa itu jua.

Bekerja dengan orang beserta penghasilan yang tak tentu. Bekerja dari pagi hingga petang tanpa mendapat kepastian imabalan yang didapat apakah sepadan dengan jerih yang telah dikeluarkan. Bekerja berhari-hari ke negeri-negeri jauh, entah bila dapat bersua dengan orangtua.

Hidupun masih tetap membujang karena tak ada seorangpun yang hendak menjadikan menantu. Sebab kerja yang ada dinilai belum memberikan arti bagi kehidupan nanti bila berumah tangga. Orang sekarang hendak mencari menantu pegawai, ataupun orang bapitih, serta berpangkat jabatan. Apabila belum punya, jangan berani-berani untuk berfikir menikahi anak orang, kubur saja dalam-dalam keinginan engku tersebut. Continue reading “Kawan Lama”