Salah satu fenomena pemilu capres

“Ah.. panasnya Padang tak sepanas pemilu capres engku, hahaha…” seru seorang kawan tatkala bersua dengan kami di Padang.

Kamipun tersenyum saja mendengarnya, memanglah hal yang paling lazim yang selalu dikeluhkan oleh orang kampung kami tatkala tiba di Padang ialah panasnya suhu udara di Padang. Sering kali membuat kami letih dan menguras tenaga kami. Tapi anehnya pada petang hari ini tatkala kami sampai di Padang, cuaca tak sepanas biasanya, sungguh ajaib.

Apakah ini berkah Ramadhan?

Bercakap perihal politik saat ini, sungguh ganjil negeri ini. Semua orang mudah tersinggung – termasuk kami – salah status ataupun komen di facebook bisa-bisa kita dibantai. Tak peduli apakah kita hanya sekadar membagi pengetahuan (informasi), bagi fihak yang merasa disinggung akan membalas. Seperti yang kami hadapi beberapa hari yang silam ketika membagi salah satu tautan di facebook, kami langsung dicap, berprasangka buruk kepada kami. Apa hendak dikata, darah kamipun panas pula, tak disangka akan mendapat tanggapan serupa itu, membalas pula dengan cara yang buruk. Mohon jangan ditiru..

Penilaian yang kita lakukan dan pilihan yang kita jatuhkan sesungguhnya mencerminkan siapa diri kita sesungguhnya. Apakah memilih karena atas dasar ikut-ikutan seperti: karena dicalonkan oleh partai saya, karena kawan-kawan banyak yang milih dia, karena melihat berita ditelevisi dan percaya dengan salah satu calon, karena terpengaruh dengan hasutan di facebook, karena takut menjadi bahan olokan pabila tak memilih di pilpres nanti, atau, karena mempelajari perihal kedua calon, menyerap sekalian informasi perihal kedua pasang calon, melakukan cross-check terhadap berbagai informasi yang didapat, karena mendasari pilihan demi kemaslahatan agama (Islam) dan umat Muslim, karena percaya dengan saudara seiman, karena percaya dengan para ulama, karena bla..bla…

Kami sangat tak suka apabila harus ikut-ikutan serupa anak remaja belia sekarang yang masih dalam pencarian jati diri. Tak pula suka dengan sikap fanatik terhadap salah satu capres, karena bagi kami fanatik hanya boleh kepada agama saja, dan itupun dilarang dapat kena tangkap nanti. Sungguh aneh; fanatik terhadap capres tak apa – fanatik terhadap agama kena tangkap. Continue reading “Salah satu fenomena pemilu capres”

Bercakap dengan Si Pekak

Ilustrasi gambar: Internet

Ilustrasi gambar: Internet

Tatkala nafsu menjadi raja maka duniapun ikut durjana. Sesiapa yang menentang pendirian kita maka akan dianggap sebagai seorang musuh yang mesti mendapat pengajaran yang pahit, bahkan kalau dapat sampai dibunuh. Tak ada itu sifat lemah-lembut apalagi taratik (etika) tatkala berhadapan dengan lawan “Yang benar ialah saya, sayalah kebenaran itu..” begitulah kira-kira suara hati Si Pecundang.

Seorang engku mendapat cacian dari sekalian orang tatkala dia hendak memberi tahu perihal salah satu kelakuan lawan mereka dalam menyebar fitnah. Bukannya terimakasih yang didapat melainkan cacian dan makian yang diterima. Semua ini karena kesilapan Si Engku dalam penyampaiannya (mengkomunikasikan), Si Engku berkomunikasi dengan menggunakan kata bersayap. Tentulah mendapat murka, orang sekarang mana faham kata bersayap yang memiliki makna tersirat! Mereka tiada di ajar di sekolah sehingga otak mereka tumpul, membaca apa yang tersurat namun tiada dapat yang tersirat.

Akhirnya Si Engku diam saja, sekawanan anjing gila tengah mengamuk, menghadapi mereka secara langsung merupakan langkah terpandir sejauh pengetahuan si engku, dan kamipun mengamini. Ambil kayu untuk penghalau dan beri tahu orang lain untuk menghindar, itu justeru lebih baik.

“Lebih baik membiarkan mereka menyalak hingga penat, kita tonton saja dari balik batang kayu ini Tuanku..” kata kami.

Menarik dari penyampaian Si Engku bahwa diantara kawanan tersebut terdapat beberapa orang yang menggunakan lambang-lambang keislaman pada diri mereka. Namun sayangnyanya tutur bahasa mereka tiada mencerminkan akhlak seorang Muslim. Berkata kasar, menghujat, memaki, dan mencaci sungguh keterlaluan mereka itu, padahal sekarang ini merupakan bulan puasa. Kamipun tercengang dibuatnya, apakah ini salah satu pertanda orang munafiq atau fasiq? Entahlah engku-engku, kamipun tiada faham. Continue reading “Bercakap dengan Si Pekak”

Kanak-kanak Dewasa

Sungguh aneh sangat keadaan perpolitikan di negeri ini, setiap hari ada-ada saja kejadian yang membuat kami bersedih hati dibuatnya. Tingkah pola manusia memang tak dapat dimengerti, dapat begitu bencinya, dapat pula begitu sukanya.

Tatkala melihat keadaan pemikiran orang-orang sekarang, terutama di jejaring sosial. Kami terkenang akan sikap kanak-kanak yang sering kami amati. Bedanya ialah apabila kanak-kanak melakukan suatu perbuatan atau ucapan yang salah dapat kita sapa sambil mengajari bahwa perbuatan dan ucapannya itu salah. Namun bagaimana dengan orang yang telah dewasa dalam segi umur namun dalam perbuatan dan ucapan masih serupa kanak-kanak yang tak berakal?

Sebagian besar orang memanglah mudah percaya atas apa yang dilihat dan didengarnya. Tak pandai bertanya dan mencari tahu terlebih dahulu –atau kata orang hebat “berfikir kritis” – melainkan menelan bulat-bulat apa yang diterimanya. Penerimaan mereka atas suatu kabar sebagian besar berdasarkan kepada kecenderungan pribadi. Apabila dia orang yang tak mau tahu dengan agama, menyepelakan agama, dan tak suka hidup dalam aturan agama maka mereka akan memakan bulat-bulat segala kabar yang menyudutkan agama. Atau menyukai fihak ataupun orang yang sama pandangannya dengan dirinya.

Demikian pula sebaliknya, apabila orang tersebut merupakan seorang yang hidup dengan agama maka akan bersikap sebaliknya. Akibatnya pada saat sekarang di republik ini tengah berlangsung peperangan antara Demon versus Angel.

Namun yang membuat kami sedih lagi ialah bahwa keadaan orang yang dibela dan diagung-agungkan agaknya tak pula seperti yang dibayangkan oleh para pemuja mereka. Perihal keadaan diri mereka masihlah simpang-siur, difihak kawan akan tampak yang baik-baik namun keadaan berlainan berlaku di fihak lawan yakni yang buruk-buruk saja yang tampak.

Benarlah kata orang bijak “Apabila hendak mengetahui perihal keburukan seseorang maka tanyalah lawannya. Namun apabila hendak tahu mengenai kebaikannya maka tanyailah kawannya..Continue reading “Kanak-kanak Dewasa”

Raso nan telah hilang

Ilustrasi Gambar: http://roemahpancake.wordpress.com/minangkabau/

Ilustrasi Gambar: Jam Gadang diselubungi oleh marawa semasa dahulu tatkala menegah orang untuk bermaksiat di kota ini pada masa malam pergantian tahun. Sumber:http://roemahpancake.wordpress.com/minangkabau/

Entah lakon apa yang tengah berlaku di republik ini sekarang. Minangkabau yang sebagian besar orangnya terbilang berakalpun ikut pula tabao rendong. Sejauh pengetahuan kami taklah ada orang Minangkabau yang Fanatik Ketokohan.

Namun pada masa sekarang, sangatlah sedih hati kami. Telah berubah tabi’at orang Minangkabau sekarang. Raso telah hilang, tenggang ma nenggang tiada lagi, yang ada ialah malagakkan kepandaian seorang, pendapat awak yang benar dan oranglah yang salah. Entah berguru kemana orang-orang sekarang.

Pernah pula kami mendengar orang-orang yang mengaku “tercerahkan” di ibu kota republik ini membawa kita agar tidak fanatik terhadap agama. Fanatik tanda orang pandir.. kata mereka.

Namun mereka tiada berkata apa-apa terhadap orang-orang yang fanatik terhadap Tim Sepakbola ataupun kepada seorang tokoh yang bukan dari kalangan Islam. Serta sekarang, merekapun ikut pula berkoar-koar dan bersikap fanatik terhadap salah seorang calon pemimpin di republik ini. Menghujat, mencaci, dan menyebarkan kabar bohong, Na’uzubillah.. Continue reading “Raso nan telah hilang”

Tak Berkening

“Kapan negeri ini hendak maju, setiap usaha yang dilakukan untuk memajukan negeri, orang-orang pandir serupa engku-engku ini selalu berteriak-teriak perihal Tanah Ulayatkah itu atau sekarang Pemurtadan. Cobalah tengok propinsi tetangga dan juga perluas jaringan informasi engku-engku, tidak ada itu yang namanya Kristenisasi atau Pemurtadan. Itu semua hanyalah bualan orang-orang pandir dipanas-panasi pula oleh sekelompok pengusaha lokal yang takut bersaing dengan JTR…”

“Mana buktinya, mana pernah terdengar kasus pemurtadan di rumah sakit itu. Merekakan tidak pandir, kalau memang ada, tentulah sedari dulu rumah sakit mereka itu ditutup orang. Jangan terlalu didengar pendirian kaum fanatik yang serupa katak di bawah tempurung itu. Ditertawakan orang seindonesia kita ini. Apalagi ormas radikal serta sekelompok perempuan bercadar juga ikut serta dalam demo Kamis yang silam, semakin nyatalah bahwa aksi itu hanyalah bentuk kefanatikan segelintir orang di bandar ini saja..” seru Sutan Malenggang dengan pongahnya tatkala duduk-duduk di balai selepas Jum’at.

Sutan Malenggang yang masih tergolong muda ini ketika itu berhadapan dengan para engku-engku yang telah berumur. Ada yang telah berusia di atas 50 tahunan, 60 tahunan, 70 tahunan, bahkan ada pula engku yang berusia di atas 80 tahunan. Sudah patut pula dipanggil inyiak atau datuk oleh Sutan Malenggang ini.

Namun Sutan Malenggang ialah orang berpendidikan, tamatan universitas terkenal. Sekarang dia bekerja pada salah satu instansi pemerintahan serta memiliki pekerjaan sambilan sebagai pemilik perkebunan sawit dan beberapa usaha perdagangan. Sangat dielu-elukan oleh orang kampung, terutama kaum-kerabat serta dunsanak sesukunya. Konon kabarnya Sutan Malenggang ini merupakan Putera Mahkota bagi Datuknya.

Datuknya belumlah uzur benar, namun merasa uzur saja. Sebab kamanakan sudah Gedang Bertuah, tentulah lebih pantas apabila dia yang menyandang gelar datuk ini, Datuak Malenggang Di Langik, itulah gelar pusakanya.

Orang-orang kampung yang telah faham tabi’at Sutan Malenggang hanya diam mendengar perkataan Sutan Malenggang ini. Baru tadi pagi ia pulang dari Bandar Niaga di Pesisir Barat hendak pergi selepas Jum’at ini ke Rantau Pas*man, disanalah terletak Kebun Sawit si sutan ini.

Banyak orang kampung yang heran tatkala melihat Sutan Malenggang ikut pula Shalat Jum’at di surau. Biasanya si sutan selalu berkilah kalau sudah menjamak dan mengqasar shalatnya, dalihnya ialah sebab pada saat sekarang dia sedang berada di dalam perjalanan. Orang-orang kampung hanya geleng-geleng kepala sambil mengulum senyum “Terserah di dialah, diakan orang pintar, berpangkat, dan kaya. Kita orang kampung ini pastilah dianggap pandir saja olehnya..”

Namun orang kampung cukup merasa heran dengan perkataan Sutan Malenggang barusan “Apakah si kafir itu hendak mendengarkan kata kita apabila nantinya dia membuat gereja dan sekolah penginjilan di dalam kawasan tersebut? “Apapula hak engku-engku mencampuri urusan saya, inikan tanah saya, yang akan saya bangunpun dengan uang saya. Tak ada hak bagi engku-engku mencampurinya. Ini ialah negara bebas, jadi hargailah kebebasan setiap warga negara” dapat saja si kafir itu bercakap demikian nantinya” dapat saja perkara yang demikian berlaku.

Namun orang-orang diam saja, tak hendak melawan. Sebab tak ada guna, orang serupa Sutan Malenggang ini ialah jenis manusia Minangkabau Moderen, sudah tak ada raso jo pareso dalam dirinya. Secara keturunan memanglah Minangkabau namun secara kepribadian, watak, dan karakter sudah menjadi orang Jakar*a ia ini. Kasar dan tak memiliki sensitifitas kepada orang lain dan lingkungan. Continue reading “Tak Berkening”

Jawapan atas cemoohan SEPILIS

Iman ialah tumpuan utama. Jika sudah ada keraguan, pertanda iman sedang digoyahkan. Bulatkan Tekad dan Berbaik Sangkalah kepada Islam Ilustrasi Gambar: Internet

Iman ialah tumpuan utama. Jika sudah ada keraguan, pertanda iman sedang digoyahkan. Bulatkan Tekad dan Berbaik Sangkalah kepada Islam
Ilustrasi Gambar: Internet

Kami pernah bercakap-cakap dengan dua jenis orang yakni seorang sosialis dan seorang lagi ialah Sepilis.[1] Pokok percakapan kami ialah sama yakni perihal Islam, Syari’a, dan Khilafah. Kami bercakap-cakap dengan waktu yang berlainan, namun kedua orang ini tampaknya sefaham dalam menyerang ideologi Islam.

Pertama mereka sama-sama mencemooh perihal keadaan umat Islam yang katanya anti kepada Barat & Yahudi namun segala macam produk hasil dari kebudayaan dan ilmu pengetahuan mereka masih tetap saja dipakai oleh orang-orang Islam “Kalian memakai Handphone, Laptop, Tablet, Internet, Sepatu dan Pakaian dengan mereka Nike, ..!”

Kamipun menjawab “Pertama, Soal memakai segala macam produk hasil kebudayaan dari Barat. Apakah ada dalil yang kuat yang dapat engku kemukakan bahwa apabila kita membenci suatu golongan maka kita jauhi dan buang segala yang ada pada mereka? Saya benci akan engku bukan berarti anak-isteri, karib-kerabat dari engku juga saya benci dan musuhi, bukankah begitu? Yang saya bencikan hanyalah engku seorang”

“Dan juga, kalau bolelah kami ingatkan kembali bahwa orang-orang kafir di Barat sana juga sangat benci akan Agama Islam. Namun kenapa buku-buku karangan Cendikiawan dan Ilmuwan Terkemuka Islam pada Abad Pertengahan mereka pakai juga? Kenapa mereka masih menggunakan buku-buku Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, al Biruni, dan masih banyak lagi yang lain? Kalau mereka memang benci akan Islam seharusnya mereka tidak boleh menggunakan Logaritma, Kalkulus, Angka Nol dan angka-angka sekarang, meminum kopi, dan lain sebagainya..” Continue reading “Jawapan atas cemoohan SEPILIS”