Terbaca oleh kami sebuah berita perihal Kepala Bandar di Ibu Propinsi kita bertandang ke Jakarta guna menemui salah seorang anak Minangkabau yang menjabat sebagai Ketua “Senator” di republik ini. Banyak yang menaruh perhatian pada ucapan Ketua Senator ini dihadapan rombongan Kepala Bandar tersebut.
“Bandar Padang bukan milik orang Padang saja, tapi untuk semua orang. Bandar Padang harus terbuka. Apalagi kita akan menghadapi Pasar Bebas Asean yang dimulai tahun 2015 nanti” tegas Irfan Ghazali saat menerima pasangan Kepala dan Wakil Kepala Bandar Padang terpilih, Mahem, di ruangan rapat pimpinan DPD, Gedung Nusantara 3 Komplek Parlemen Senayan, Selasa (15/4/2014).
Kami terkejut mendengarnya namun tidak heran sebab semasa penolakan terhadap Silamak mengemuka beberapa bulan yang silam di bandar ini kami telah pula mendapat kabar perihal peranan Irfan Ghazali (IG) dalam perkara ini. Namun sayangnya tidak demikian dengan sekalian orang Minangkabau di propinsi ini. Dimasa pemilu yang baru saja usai, banyak yang terkicuh dengan orang ini disangka kawan, disangkan dunsanak, disangka tiang tempat berpegang. Namun sesungguhnya..??
Dari beberapa tanggapan yang kami baca, banyak yang menyatakan penyesalannya karena telah memilih Engku IG ini. Kami hanya tersenyum sedih mendengarnya, sebab sebagai orang yang mengetahui kami telah memberi ingat kepada keluarga dan kenalan kami perihal peranan Engku IG ini dalam kasus Salamak.
“Jangan hendaknya kita tertipu lagi, tongkat membawa rebah dia itu..” kata kami.
Kami juga menyesali sikap dari Ketua Bandar yang datang pula berkunjung ke Jakarta “Untuk apalah itu..?!” tanya kami dalam hati.
Namun sejenak kami berfikir setelah membaca kutipan berita ini “Saya meminta dukungan Engku Irfan selaku Ketua DPD RI untuk bisa mendapatkan dana dari APBN, baik APBNP 2014 maupun APBN 2015,” harap Mahyendi.
Macam tu rupanya, begitulah kiranya alur dalam pemerintahan di negara ini. Kita tak lepas dari pusat, apalagi di propinsi yang kata orang pusat “miskin” itu. Mesti mengemis-ngemis dahulu agar ada dana untuk membangun negeri kita ini.
Tapi tak apalah, asalkan prinsip iyakan yang di orang, lalukan nan di awak masih dipakai oleh Engku Ketua Bandar. Sebab “prinsip kemajuan” yang diagung-agungkan oleh engku IG itu masih dapat kita bantah. Kita mesti faham latar belakang engku “senator” ini, dia ialah seorang saudagar yang memiliki banyak kapal. Mempunyai kawan, kenalan, atau kata orang sekarang “jaringan” di Jakarta. Dimana mereka-mereka itu tidaklah semuanya orang Islam apalagi orang Minangkabau. Tentulah ia mesti mengambil hati para saudagar-saudagar lainnya.
Seperti kata salah seorang kawan kami “Prinsip Liberalisme Ekonomi hanya sesuai bagi saudagar-saudagar besar yang memiliki banyak modal saja. Sedangkan bagi saudagar kecil belumlah dapat. Sebab mereka mesti jua mendapat perlindungan, terutama dari pemerintah. Sebab kalau tak mendapat perlindungan mereka akan digiling oleh saudagar besar dengan modal besar itu..” Continue reading “Tongkat Nan Membawa Rebah” →