Seperti kata orang tua-tua di Minangkabau bahwa hiduik bak cando roda padati-hidup itu seperti roda pedati. Sekali kita di atas maka sekali pula kita dibawah, seperti kata agama kita “ingat lima perkara sebelum datang lima perkara”. Dan sesungguhnya kita manusia ialah hamba-hamba yang lemah lagi suka berlengah-lengah.
Telah pula kami dapati kejadian yang serupa, dituturkan oleh orang tua-tua semasa kami kanak-kanak. Suatu kejadian yang selalu terus terjadi seiring berjalannya roda kehidupan. Menimpa setiap generasi umat manusia, dan sebagian besar dari kita ialah orang-orang yang lengah lagi tak berilmu pengetahuan.
Adalah kami sendiri yang telah lama merasakannya, kami kaji kembali kehidupan kami semenjak dahulu bersekolah. Kami tengok pula keadaan kami sekarang serta kami pandangi pula keadaan kehidupan beberapa orang kawan-kawan kami. Sungguh Allah itu Maha Besar lagi Maha Kuasa.
Adalah seorang kawan kami semasa kami bersekolah dahulu, ia merupakan seorang murid yang pandai, disenangi guru dan kawan, serta memiliki wajah yang rupawan. Kawan kami ini merupakan idola semasa kami bersekolah. Tak ada seorang gurupun yang tak sayang kepadanya dan tak ada pula seorang kawanpun yang tak senang akan dirinya.
Walau tak pernah juara kelas, namun kawan kami ini selalu menduduki rangking lima besar, paling buruk ialah sepuluh besar. Dalam bidang olah raga pun ia menjadi idola bagi kawan-kawan lelaki. Sangat mahir dalam semua olah raga terutama sekali sepak bola.
Semasa bersekolah, kawan kami ini memiliki seorang kekasih yang merupakan salah seorang perempuan terpandai di sekolah kami. Semenjak kelas satu ia selalu berada di posisi tiga besar, sepanjang masa pendidikannya, ia tak pernah keluar dari tiga besar. Kemudian ia mendapat PMDK pada salah satu universitas ternama di Pulau Jawa.
Kawan kami ini selain rupawan juga pandai membawakan diri, gaya berpakaian mengikuti zaman ketika itu. Kami sendiri termasuk salah seorang yang mengagumi dirinya, ingin kiranya serupa dirinya. Pandai dalam pelajaran, jago dalam olah raga, disenangi oleh kawan-kawan, dan disayang oleh para guru. Dimana kami tak memiliki satupun dari semua yang dimilikinya.
Duhai, alangkah pahitnya hidup ketika itu..
Bertahun-tahun telah berlalu, telah usai pula kami menempuh pendidikan di universitas. Semenjak tamat sekolah SMA kami jarang berjumpa dengan kawan kami ini. Hanya sesekali apabila hendaka lebaran saja. Kami kuliah di salah satu universitas negeri di Sumatera Barat sedangkan kawan kami ini kuliah di salah satu universitas negeri di propinsi jiran.
Dia mengambil jurusan yang sama dengan yang diambil kekasihnya yang mendapat PMDK. Jurusan yang diambilnya ialah salah satu jurusan yang asing tak pernah diambil oleh orang. Jurusan tersebut tidak pula ada pada beberapa universitas di dalam propinsi kami. Kami curiga, bahwa pilihannya dalam mengambil jurusan karena meniru kekasih hatinya. Memanglah kami pandangi, sangatlah cinta ia akan kekasihnya itu. Namun sekarang, jarak yang jauh memisahkan mereka, beda propinsi dan beda pulau. Bagaimanakah nanti hubungan mereka, pada masa itu teknologi handphone belumlah meluas seperti sekarang. Hanya orang-orang berduit yang memilikinya..
Setahun tahun kemudian kami dengar kalau hubungannya dengan kekasihnya telah berakhir. Kabar yang beredar bahwa kekasihnya itulah yang memutuskan hubungan mereka. Tak tahu apa sebab, apakah karena jarak yang begitu jauh ataukah ada sebab lain? Hanya mereka berdualah yang tahu..
Beberapa tahun kemudian mantan kekasihnya telah menyelesaikan pendidikannya di universitas. Sedangkan dengan kawan kami ini masih tetap berkuliah, kami dengar-dengar dari cerita orang-orang bahwa kuliahnya tak menentu. Menurut pendapat kami ini mestilah karena beberapa sebab, karena patah hati, karena salah pergaulan, dan karena tidak memiliki pengendalian diri yang kuat. Kota tempatnya tinggal ialah salah satu kota besar di Pulau Sumatera yang terkenal akan minyaknya. Sangat kaya dan glamor kehidupan di sana.
Selang beberapa tahun selepas itu, mantan kekasihnya diterima menjadi PNS di kabupaten kami. Kawan kami tersebut semakin tak jelas kabar beritanya. Beberapa bulan berselang, mantan kekasihnya menikah dengan lelaki yang telah pula PNS. Sembilan bulan selepas itu mereka memiliki anak, seorang anak perempuan kalau kami tak salah.
Kabar perihal kawan kami ini semakin gelap. Banyak yang menyesali dirinya karena tak tahu diuntung, sebab dia merupakan anak sulung dari tiga orang bersaudara, kedua orang tuanya ialah petani dan pembuat kerupuk di kampung kami. Sedari kecil ia merupakan kebanggaan dan tumpuan harapan bagi kedua orang tuanya. Anak lelaki sulung dan anak lelaki satu-satunya..
Pada masa sekarang, kedua orang tuanya sedang dilanda kesusahan karena kedua adiknya sedang dalam masa kuliah. Hal ini tentulah membutuhkan banyak biaya, ibundanya meminjam uang kesana-kesini kepada kenalan di kampung kami. Sedangkan ayahnya bekerja semakin keras diusia yang semakin senja. Telah banyak tumbuh uban di kepalanya. Tidak hanya mengerjakan sawah sendiri melainkan juga menerima upah dari orang lain untuk pekerjaan lainnya. Siang malam tanpa henti guna mencukupkan kebutuhan anak-anaknya yang sedang membutuhkan. Continue reading “Seperti Roda Pedati”