Surat Dr. Kapitra Ampera unt Tuan Presiden

Picture: Here

Picture: Here

Yth bpk Presiden RI…….!

Setiap demonstrasi pasti menganggu ketertiban umum, waktu saya sekolah di Belanda, seluruh karyawan angkutan publik demo selama 3 hari, aktifitas manusia stagnasi, hampir semua orang kemana2 naik sepeda. Di Amerika Serikat kemarin juga, ketika Trump memenang pilpres, banyak sekali warga negaranya demo, itu semua menganggu ketertiban umum. Hal ini konsekwensi dari sistem demokrasi yang dipilih, dalam penyelenggaraan negara kita, demonstrasi di negara kita bukanlah kejahatan, perbuatan menganggu ketertiban umum dapat dibenarkan dan menghapuskan perbuatan pidana tentang.

Delik menganggu ketertiban umum (lex spesialis) karena aksi demonstasi merupakan hak warga negara, basic human right, yang tertuang dalam konsitusi/ Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 (E, (2.3) ) Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia pasal 19, UU. No. 39 th 99, pasal 23 (2), pasal 25 dan pasal 44 yo UU. No. 12 th 2005 pasal 19 serta UU No. 9 th 1998 pasal 1 (1) pasal 2 (2) serta tata caranya juga di atur demonstrasi,(unjuk rasa), pawai, rapat umum, dan mimbar bebas. Pasal 5 nya memberikan hak untuk mengelurakan pikiran secara bebas dan memperoleh perlindungan hukum. Continue reading “Surat Dr. Kapitra Ampera unt Tuan Presiden”

Kediktatoran ala Indonesia

Ilustrasi Gambar: Internet

Ilustrasi Gambar: Internet

Sungguh mengejutkan di republik ini, pada hari ini, dimana faham demokrasi didewa-dewakan, serta kebebasan (liberalisme) dan keberagaman (pluralisme) menjadi Tuhan berlaku sebuah perkara yang sepatutnya berlaku apabila negara ini berada di dalam kediktatoran.

Semenjak semula – sebelum menang dalam Pemilukada – Si Pitok telah memperlihatkan tingkah pola dan jiwa yang keras, tak hendak menerima orang yang berlainan pendapat dan faham dengan dirinya, suka berkata keras dan kasar, benci dengan Islam, dan suka semaunya dalam bersikap ataupun berbicara. Yang membuat kami aneh dan tak habis fikir, beberapa orang-orang yang mengaku tercerahkan di republik ini menganggap sikap yang ditunjukkannya merupakan suatu bentuk dari ketegasan “Saya suka dengan dirinya, dianya tegas..

Dipuja-puji karena memberikan perubahan terhadap daerah yang dipimpinnya, setidaknya demikianlah anggapan sebagian orang. Namun kami yang pandir ini tiada dapat melihat perubahan itu. Mungkin karena kami tiada tinggal di seberang sana.

Sungguh tertawa kami dalam hati “Kalaulah orang Islam yang berkelakuan serupa dia pastilah sudah dituduh dan dijuluki fanatik, radikal, dan fundamentalis..” Continue reading “Kediktatoran ala Indonesia”

Diktator yg lahir dari Rakyat

Ilustrasi Gambar: Internet

Ilustrasi Gambar: Internet

“Tahukah engku bahwa siapapun yang berkuasa di republik ini mesti memastikan militer, kepolisian, dan intelejen hendaknya berada di bawah pengaruh mereka, setidaknya di fihak mereka..” kata seorang kawan tatkala kami tengah duduk-duduk sambil membaca beberapa artikel dari internet.

Kabar yang datang dari internet lebih cepat, lebih beragam sudut pandangnya, dan lebih terus terang. Berlainan dengan kabar-kabar yang datang dari media semacam televisi dan koran yang telah dikendalikan oleh banyak fihak.

Kami terdiam mendengar pendapat kawan kami tersebut, memanglah kalau kami fikir-fikirkan kembali ke masa silam, Soekarno dan Soeharto berhasil menjadi diktator di republik ini berkat memiliki kendali penuh terhadap militer dan berbagai lembaga pertahanan dan keamanan negara. Kehancuran merekapun karena militer sudah menjaga jarak dengan mereka.

“Tengoklah sekarang, militer agaknya telah berada di bawah pengaruh mereka, belum pernah ada namanya jabatan Penasehat Panglima sebelumnya di republik ini…” lanjut kawan kami.

“Ini hanyalah permulaan, tunggu sajalah FPI pasti akan segera dibubarkan, para pemimpin mereka akan ditangkap, media sosial akan diawasi. Hati-hati saja engku, blog engku itupun akan diawasi pula atau mungkin akan dilarang dan engkupun akan ditangkapi..” lanjut kawan kami tersebut. Continue reading “Diktator yg lahir dari Rakyat”

tak faham maka tak berubah..

Ilustrasi Gambar: Internet

Ilustrasi Gambar: Internet

Kisah seputar Pemilu 2014 memanglah tak habis untuk diceritakan, banyak perkara yang menjadi kenangan. Apakah itu baik ataupun buruk, tentunya kembali ke hadapan kita masing-masing. Sebab pada masa sekarang, batas antara baik dan buruk sudah tak jelas. Masing-masing orang memiliki pandangan sendiri-sendiri yang diyakini  – dipaksakan – kebenarannya..

Adalah salah seorang kawan kami simpatisan Partai Putih (Golput) yang merasa geram dengan salah seorang kawannya di kantor. Namun apalah daya bahwa dia hanyalah seorang anak buah sedangkan kawannya ini merupakan induk semangnya. Sedari awal kawan kami ini sudah ditanya perihal pilihannya di dalam pemilu, kemudian dijawabnya “Tampaknya, berat hati saya ke golput..”

Induk semangnya ini pun mencela “Picik itu namanya fikiran engku, bagaimana engku dapat beranggapan bahwa tak ada seorang calonpun yang patut untuk dipilih pada pemilu nanti!! Sama agaknya dengan penjadi pegawai (PNS) ini, bukankah kita ini dapat dikatakan sama dengan para caleg tersebut. Orang-orang beranggapan kita ini pemalas dan korup, menghabiskan uang negara saja.!”

Kawan kamipun tersenyum, dia maklum bahwa induk semanya ini ialah jenis “pejabat” pada umumnya. Beranggapan lebih pintar dari anak buah, lebih benar pendapat serta pandangannya, lebih berkuasa, serta dapat mengendalikan anak buah serta memaksakan kehendaknya. Lagipula, penyebab begitu kesalnya dia dengan orang yang golput rupanya berkaitan sendiri dengan diri pribadinya. Dimana salah seorang mamaknya, rupanya ikut mencalonkan diri sebagai caleg pada salah satu partai politik.

Payah kawan kami ini mengendalikan diri karena mendapat serangan terhadap pribadi dari induk semangnya ini. Akhirnya dia menjawab “Mungkin menurut pandangan engku saya salah dan engkulah benar. Namun pandangan sebaliknya juga berlaku pada saya. Kita melihat dari sudut pandang yang berlainan dan juga kepentingan yang berbeda pula..”

Walau demikian, Si Induk Semang tampaknya berkepala batu, dia merasa berkuasa sekali di kantor “Itu salah, karena orang-orang seperti engku inilah yang menyebabkan negara ini semakin terpuruk..”

Kawan kami diam sambil tersenyum. Iba hatinya mendengar pemikiran dari salah seorang waga negara di republik ini. Karena negara yang katanya mengagung-agungkan kebebasan ini, pada beberapa perkara justeru bersikap radikal dengan mengekang kebebasan sebagian golongan. Kawan kami inipun insyaf, bahwa keadaan ini memang diciptakan sedemikian rupa dimana kita tidak diberi banyak pilihan melainkan dengan pilihan yang telah disediakan. Dimana diantara pilihan-pilihan tersebut sama-sama berujung kepada kemalapetakaan.

Mengutip status salah seorang wartawan gaek pada salah satu media sosial di republik ini;

Malangnya nasib bangsa ini. Caleg yang rajiin, bersih, & berkualitas, dengan mudah dikalahkan oleh caleg yang royal “menyiramkan” uangnya ke segala penjuru.. Continue reading “tak faham maka tak berubah..”

Si Pandirkah Awak Ini?

Ilustrasi Gambar: Internet

Ilustrasi Gambar: Internet

Pernah kami dengar sebuah kisah perihal sepasang kekasih yang sedang memadu kasih. Namun salah seorang dari mereka taklah setia, sering berpaling dan berbuat curang dengan orang lain. Walaupun begitu, si pengkhianat ini sangatlah lihainya. Pandai merayu dan berpura-pura di hadapan kekasihnya. Setiap melakukan kesalahan dia berhasil menyembunyikan dengan baik, kalaupun ketahuan maka dengan segala kemampuan bujuk rayu yang dikuasainya dia berhasil membohongi kekasihnya.

Kekasihnya inipun tak kalah pandirnya, percaya begitu saja dengan pembelaan si pengkhianat ini. Mendapat rayuan suara merdu, sikap manja yang diperlihatkan, kebaikan yang ditebarkan membuat dia tak berdaya. Percaya begitu saja dan tak lagi mengungkit pengkhianatan sang kekasih.

Banyak orang kata kalau dia pandir bin bengak bin bahlul. Tapi dia tak peduli..

Begitulah yang terjadi, dia selalu percaya dan mudah diperdaya oleh kekasihnya yang culas. Mungkin saja itu kisah engku, rangkayo, atau encik sekalian. Siapa tahu, kita sangatlah lemah dihadapan orang yang kita cintai..

Namun ada kisah yang lebih pandir lagi yang pada saat sekarang menjadi tontonan yang menyesakkan di negeri kita. Tak perlu kami sebutkanpun engku dan encik sudah tahu, mungkin menjadi bagian di dalam kisah tersebut.

Dahulu mencaci mereka sebagai bedebah – bangsat penipu rakyat

Menjadi gunjingan dimanapun engku dan encik sempat

Berjanji takkan lagi percaya kepada para keparat

Namun apa hendak dikata

Engku dan encik sangatlah mudah lupa

Atau sengaja untuk lupa

Dari cerdik menjadi pandir tak disangka

Mudah termakan janji buta

Walau tahu akan dilupa

Oleh mereka yang takkan pernah suka

Kepada engku-encik rakyat jelata

Jangan pula engku dan encik meminta-minta

Akan janji yang pernah engku dan encik suka

Sebab kita semua tahu itulah hanya penghias rupa

Atas nama keluarga, kampung, dan bahkan negeri engku dan encik membela mereka

Padahal kita semua tahu mereka takkan pernah suka

Yang mereka suka hanyalah menikmati dunia saja

Untuk diri, keluarga, kerabat, kelompok, dan kepentingan saja Continue reading “Si Pandirkah Awak Ini?”

Demokrasi..?

democracyTahta atau kekuasaan sudah serupa emas-berlian pada masa sekarang, mungkin dahulu juga begitu tuan. Entah mana yang lebih berharga, emas, permata, ataupun berlian jika dibandingkan dengan tahta (kekuasaan). Tahta sudah serupa gadis remaja molek nan menggoda, kedipan matanya membuat diri terpana, senyuman dibibirnya yang tipis membuat badan panas dingin, kecantikan wajahnya membuat mata tak dapat terpejam, dan keelokan tubuhnya membuat setiap lelaki mabuk kepayang. Begitulah tahta (kekuasaan).

Begitulah keadaannya pada masa sekarang ini. Di republik ini, yang katanya negara “paling demokratis ke-3 di dunia” setelah Amerika dan India, prinsip-prinsip demokratis sangat dijunjung tinggi. Salah satu wujudnya ialah dengan mengadakan pemilihan langsung. Baik itu pada pemilihan anggota dewan maupun pemilihan kepala daerah dan kepala negara.

demokrasi1Pada dasarnya prinsip semacam ini sangat bagus untuk diterapkan. Sebab dengan prinsip ini, setiap orang yang telah dewasa memiliki hak untuk memilih sesuai dengan yang diinginkannya. Kata orang yang mengaku pendukung demokrasi “suara rakyat adalah suara tuhan..!”. Wah hebat sekali, namun sayang, pernyataan semacam itu merupakan suatu petanda orang yang berucap tak memahami perihal agama yang dianutnya, atau jangan-jangan mereka orang yang tak beragama?

Namun kalau ditelaah lebih jauh, difikirkan lebih mendalam maka akan kita temukan dan saksikan sendiri beberapa kelemahan pada prinsip demokrasi yang diusung oleh manusia-manusia yang mengaku moderen ini. Setiap kebijakan tentunya harus disesuaikan dengan keadaan rakyatnya, tidak semua yang baik menurut fikiran kita itu benar-benar baik setelah diterapkan dalam kehidupan. Kata para intelektual “yang ideal hanya ada dalam fikiran, sedangkan dalam kenyataannya kita tetap harus menyesuaikan dengan keadaan..” Continue reading “Demokrasi..?”