Tak hanya disana, disini juga ramai

Picture: Here

Dihari pertama Hari Raya di tahun Syawal 1437 (5 Juni 2016) ini kami sangat penasaran dengan apa nan tengah berlaku di Bandar Padang. Tentulah menarik hati mengingat Sang Raja telah memaklumatkan akan Shalat Ied di bandar tersebut.

Konon kabarnya, Masjid Raya yang menjadi tempat berhelat sangatlah ramainya, penuh sampai ke halaman ada nan tiada mendapat tempat bagai orang nan hendak shalat. Demikianlah salah satu kabar nan kami dapatkan. Tersenyum saja kami mendengarkannya. Continue reading “Tak hanya disana, disini juga ramai”

Sang Raja Selalu Benar..

Picture: Here

Pencitraan dan propaganda tampaknya tak lepas dari sosok Sang Raja. Dan untuk menyokong semua itu akan selalu ada para Garundang yang dengan setia membela sang junjungan. Menyalak bahkan sampai menggigit mereka hendak. Namun orang tiada takut, sebab sudah biasa pergi berburu di hari Minggu.

Maka terjadilah pada suatu ketika sebuah gambar Sang Raja yang sedang shalat berjama’ah diposting oleh orang di jejaring sosial. Postingan itu menanyakan “Apakah boleh shalat memakai kaus kaki..” kami tergelak saja membacanya. Jawabannya ialah boleh, bahkan pakai sepatupun boleh. Asalkan dilihat dari keadaan ketika orang mengerjakan shalat itu. Continue reading “Sang Raja Selalu Benar..”

Demi Pencitraan Sang Raja

Picture: Here

Baru sehari Sang Raja berada di Bandar Padang, sudah ramai gambarnya kami dapati di internet. Dari sekian banyak gambar ada satu nan menarik hati kami. Sebuah gambar nan menunjukkan Sang Raja ikut shalat berjama’ah pada salah satu masjid di Bandar Padang, jadi makmum ia, ikut pula Tuan Gubernur. O ya, kabar nan beredar Sang Raja datang ke sini atas undangan Tuan Gubernur, benarkah? Na’uzubillah.. Continue reading “Demi Pencitraan Sang Raja”

Karena Kawan

Ilustrasi gambar: Internet

Ilustrasi gambar: Internet

Karena ke asyikan menonton filem di komputer lipat, tanpa kami sadari magrib sudah hampir menjelang. Dengan sigap sambil mengkutuki diri kami bergegas menuju kamar mandi, hendak mandi. Berharap agar orang di surau janganlah dulu adzan, tundalah barang sejenak.

Tatkala sedang asyik-asyik menggosok badan, maka terdengarlah adzan berkumandang. Terbesit di hati “Ah.. tak usah saja pergi shalat ke surau. Pasti engkau masbuk, tak nikmat masbuk itu..”

Tampaknya akal dan iman tak hendak mengalah begitu saja, dijawab oleh akal pendapat si nafsu ini “Janganlah sampai berfikiran serupa itu, bukankah engkau sendiri yang lalai. Asyik menonton filem hingga lupa akan waktu..” jawab si akal.

Kemudian menimpali pula si iman “Benar, lagipula shalat masbuk itu lebih baik dari pada shalat sendiri. Bukankah sudah terasa oleh engkau betapa nikmatnya shalat berjama’ah – walaupun masbuk – di surau. Dan engkau sendiripun tahu kalau kaum lelaki boleh dikatakan wajib shalat berjama’ah di surau. Dan tambahan lagi, bukankah kalau shalat sendiri di rumah engkau jarang shalat sunat rawatib..?”

Begitulah engku dan encik sekalian. Akhirnya kami pergi jua bergegas ke surau walau tatkala langkah pertama dari kaki kami menuju surau orang telah selesai adzan. Kami berjalan dengan cukup cepat, di jalan kami berpapasan dengan beberapa orang yang juga hendak ke surau. Namun sayangnya mereka menggunakan onda.[1] Sudah sering kami berpapasan dengan orang-orang ini yang rata-rata berusia di atas 50 tahunan. Namun tak pernah sekalipun jua mereka menawarkan tumpangan kepada kami. Sungguh aneh adat orang sekarang..

Sambil berjalan, fikiran kami melayang-layang. Terkenang akan kawan satu rumah kami. Beberapa bulan yang lalu dia menyewa bilik yang telah lama kosong di sebelah bilik kami. Lebih muda dua tahun dari kami, berperawakan tinggi, berisi, dan berparaskan menarik atau kata orang “Tampan Rupawan..”.

Selama sepekan ini dia pergi ke Pakan Baru, ditugasi kantornya untuk mengikuti pelatihan. Biasanya apabila hendak shalat magrib kami selalu pergi bersama. Dahulu sebelum kehadiran dirinya, kami selalu berangkat tepat ketika adzan telah mulai dikumandangkan. Ketika sampai di surau kami masih mendapati Engku Bilal[2] mengumandangkan takbir (adzan) terkahir. Namun semenjak bersama kawan kami ini, kami selalu terlambat dan lebih sering masbuk. Apa hal engku?

Kawan kami ini berpembawaan lambat, bergerak lamban, berjalan lamban, segala lamban. Terkadang kami jemu juga melihatnya, namun apa hendak dikata, sudah pembawaan dirinya. Biasanya, tatkala sebelum adzan kami telah bersiap-siap hendak berangkat. Begitu adzan mulai dikumandangkan Engku Bilal, maka kami segera meluncur ke surau.

Namun semenjak bersama kawan kami ini, ketika orang mulai adzan dia baru mulai bersiap-siap. Memakai kain sarung, memakai baju, menyisir rambut, dan lain sebagainya. Selepas itu dia pergi dahulu berwudhu, alamak.. Continue reading “Karena Kawan”

Surau yang bertambah ramai

Beberapa hari ini tatkala kami pergi shalat ke surau, terasa ada yang lain. Yakni jumlah jama’ah shalat menjadi bertambah. Khusus untuk shalat Magrib dan Isya, dimana hanya setengah shaf kedua yang penuh, pada beberapa magrib kali ini, shaf ke dua hampir penuh. Kami terkejut dan sekaligus senang, siapa yang takkan senang jika surau bertambah ramai.

Kami perhatikan beberapa orang jama’ah, memanglah terdapat beberapa orang muka-muka baru. Kami teringat tatkala beberapa hari yang lalu memperhatikan beberapa orang baru di lingkungan kami. Tampaknya mereka ialah anak kos baru, para siswa APDN. Sepertinya mereka sedang praktek di salah satu kantor pemerintahan di tempat kami. Continue reading “Surau yang bertambah ramai”

Patokan waktu yang jitu

Masuknya Waktu Shalat

 

Beberapa waktu yang lalu, kami disuruh oleh ibunda kami untuk menelpon salah seorang nenek kami di Malaysia, tepatnya di Kuala Lumpur. Namun beliau bimbang sejenak “Atau nanti sajalah selepas magrib? Eh.. apa beliau tidak sedang shalat? O.. ya, kan beda waktu kita dengan Malaysia satu jam..”

Kami hanya tersenyum, sebab penafsiran ibu kami perihal perbedaan waktu dengan Malaysia sama dengan penafsiran orang-orang. “Tidak bu, waktu masuknya shalat kita (Bukittinggi dan sewaktu dengnnya) dengan Malaysia hampir sama. Mereka hanya dahulu beberapa menit..” jawab kami.

“Kenapa kok seperti itu? Bukankah mereka lebih dahulu satu jam dari kita?” tanya ibunda kami kembali.

Kamipun mencoba menjelaskan “Betul bu, mereka lebih cepat jamnya daripada kita. Kalau di kita pukul satu maka mereka pukul dua. Namun sesungguhnya hal tersebut sama saja, sebab keadaan alam ketika waktu tersebut sama. Di sana (Malaysia) waktu shalat zuhur masuk pada pukul satu lewat, sedangkan di kita pukul dua belas lewat. Cobalah ibu majukan pukul dua belas lewat waktu kita, pasti sama tibanya di sana..”

Ibunda kami tersenyum mengerti. Hal ini kami sadari karena kami pernah ke Malaysia. Memang benar jam mereka lebih cepat satu jam dari kita namun hal tersebut hanya berlaku dalam pengukuran waktu moderen seperti saat ini. Sesungguhnya masyarakat tradisional atau dalam hal ini masyarakat yang menganut kebudayaan Islam pengukuran waktunya berdasarkan keadaan alam.

Cobalah tuan tengok, masuknya waktu shalat setiap beberapa hari tidaklah sama, selalu berubah. Ada yang lebih cepat dan ada pula yang lebih lambat masuk waktu shalatnya. Hal ini karena matahari terbit dan terbenam tidaklah sama pada setiap saat. Atau matahari tidak mena’ati pengkuran waktu moderen seperti yang dibuat oleh manusia masa sekarang.

Orang-orang di kampung kami menjadikan waktu shalat sebagai patokan. Maka muncullah kata-kata sebelum atau selepas zuhur, sebelum atau selepas ashar, sebelum atau sesudah magrib, isya, dan subuh. Begitulah yang berlaku dalam masyarakat di kampung kami, dan kami yakin pada seluruh masyarakat tradisional yang menganut kebudayaan Islampun demikian.

Contoh yang paling mudah ialah perkara bergantinya hari, kalau dalam masyarakat moderen sekarang, hari berganti pada pukul dua belas pada tengah malam. Sedangkan pada masyarakat berkebudayaan Islam, hari berganti pada saat magrib atau matahari terbenam. Nah tuan, kalau kita gunakan pengukuran waktu pada masa sekarang dimana jam yang kita pakai sama dengan di Jakarta yang sesungguhnya lebih cepat sekitar 20 menit atau lebih dari kita, hal tersebut tidaklah tepat. Continue reading “Patokan waktu yang jitu”