Pemurtadan di Minangkabau Bagian.9

Yanwardi sedang memberi Khotbah dengan Pakaian Penghulu.

Yanwardi sedang memberi Khotbah dengan Pakaian Penghulu.

Beragam pendapat dari orang Minangkabau sendiri perihal berbagai kasus murtadnya orang Minangkabau. Dimana setelah murtadnya, dia dan kawan-kawan menggunakan simbol-simbol budaya Minangkabau dalam berbagai ritual agama atau hal-hal yang berkaitan dengan agama baru mereka.

Salah satu pendapat berpandangan bahwa  sebaiknya orang Minangkabau segera menjelaskan dan menetapkan hitam di atas putih mengenai berbagai simbol-simbol budaya Minangkabau yang telah disalah gunakan. Hal ini untuk memperkuat posisi kita orang Minangkabau di hadapan hukum apabila hal ini masih terjadi.

Selama belum jelas hitam-di atas putih maka para murtadin ini akan semakin leluasa dan semena-mena atas berbagai simbol budaya Minangkabau. Dalih mereka salah satunya ialah “Apakah orang yang disebut sebagai Orang Minangkabau itu hanya yang beragama Islam saja? Sebab saya berasal dari keturunan Minangkabau tulen, kakek dan nenek saya dari fihak ayah atau ibu serta apabila dirujuk terus ke atas ialah keturunan Minangkabau tulen. Begitu pula saya, 100 & Minangkabau..”

Salah seorang engku pernah memberikan pengajaran yang terdengar oleh kami “Minangkabau tidak hanya sebatas garis keturunan, bukans serupa itu. Memiliki orang tua beradat bukan berarti anaknya juga akan menjadi seseorang yang beradat. Begitu pula dalam Islam, memiliki orang tua yang ta’at beragama bukan berarti anak-anaknya akan ta’at pula beragama. Adat Minangkabau itu serupa dengan Islam yakni jalan hidup yang diamalkan oleh setiap insan. Tanggung jawab dari masing-masing orang tualah untuk mendidik anaknya agar menjadi orang-orang yang beriman dan beradat..”

Engku inipun melanjutkan “Saya pernah mendengar salah seorang dari salah satu etnis tatkala menyikapi salah seorang kawan satu etnisnya yang pindah agama menjadi muslim. Dia berkata begini: Engku itu setelah menjadi muslim merasa dirinya kita asingkan. Padahal apapun agamanya yang dia tetap beretniskan C*i*a. Saya tersenyum dan salut dengan engku ini, namun prinsip berlainan dianut oleh adat kita di Minangkabau ini. Apabila dia telah keluar dari Islam maka dia bukan lagi Orang Minangkabau. Karena antara adat dan agama di Minangkabau ini ialah padu tak dapat dipisahkan…”

Oleh karena itu, perlu kiranya kita perjelas secara hukum mengenai hal ini supaya dapat ditindak menurut Hukum Positif di negara kita.

Kemudian ada pula pendapat lain “Yang kami cemaskan ialah bahwa kita Orang Minangkabau ini masih menganggap mereka bagian dari kita. Masih berasa setitik dalam sebelanga susu. .”

Benar agaknya, perlu tindakan cepat dari para Penghulu dan Ulama dalam menyikapi hal ini. Begitu terdengar ada diantara anak-kamanakan kita yang murtad maka segera diambil tindakan. Jatuhkan Hukum Buang kepada meraka, jangan lagi ada pengakuan, jangan lagi ada keringanan, dan jangan lagi ada toleransi. Continue reading “Pemurtadan di Minangkabau Bagian.9”

Pemurtadan di Minangkabau bagian.5

Yanwardi (Eks Minangkabau)

Kiri: Yanwardi (Eks Minangkabau)

Jika bercakap perihal pemurtadan atau kristenisasi maka sebagian besar dari kita akan terkenang akan satu sosok yang bernama Yanwardi. Dia adalah seorang Mantan Minangkabau yang berasal dari Lubuak Basuang Kabupaten Agam, dahulunya bersukukan Koto. Dia memiliki seorang nenek yang telah hajah yakni Oemi Kalsum dan ibunya bernama Saumil Warsih, kedua-duanya telah almarhum. Dalam keseharian dia menyematkan nama sukunya di belakang namanya sehingga menjadi Yanwardi Koto. Anak-anaknyapun diberi nama belakang yang sama yakni Koto pula. Anak-anaknya tersebut ialah Zedi Koto dan Zecha Koto, sedangkan isterinya bernama Yanthie Gouw seorang perempuan dari Manado Sulawesi Utara.

Pendeta Yanwardi

Pendeta Yanwardi

Sebenarnya terdapat sekitar 30-an orang pendeta Nasrani yang dahulunya ialah orang Minangkabau. Namun yang berhasil kami dapatkan nama-namanya hanyalah empat orang saja yakni:

1. AKMAL SANI, asal Koto Baru Pangkalan, Kabupaten Limo Puluah Koto.

Dia  merupakan tokoh dibalik INJIL Berbahasa Minang. Pendiri dan Ketua PKSB, yaitu: Persekutuan Kristen Sumatera Barat (PKSB).

2. YANUARDI KOTO, asal Lubuk Basung, Kabupaten Agam.

Ungu ialah salah satu warna kebesaran dari Gereja Kristen. Merupakan warna tergelap dalam Gereja dan memiliki makna pertobatan yang sungguh-sungguh. Untuk lebih jelas silahkan dilihat di: http://viktorabadiwaruwu.blogspot.com/2010/01/arti-simbol-simbol-dan-warna-dalam.html

Para Jemaat Gereja Kristen Nazarene Rantau Jakarta
Ungu ialah salah satu warna kebesaran dari Gereja Kristen. Merupakan warna tergelap dalam Gereja dan memiliki makna pertobatan yang sungguh-sungguh.
Untuk lebih jelas silahkan dilihat di: http://viktorabadiwaruwu.blogspot.com/2010/01/arti-simbol-simbol-dan-warna-dalam.html

Ketua Yayasan Sumatera Barat yang berkantor di Jakarta. Yayasan ini berfungsi sebagai lembaga pencari dana dari Luar Negeri dan pengartur MISI/ manajemen pemurtadan. Orang inilah yang berada di balik malapetaka yang menimpa Wawah pada tahun 1999.

3. SYOFYAN asal LINTAU, Batusangkar, Kabupaten Tanah Datar. Pimpinan Sekolah Tinggi Teologia (STT) milik Doulos World Mission (DWM)[1] Amerika, yang berada di desa terpencil di bilangan Majalengka, Jawa Barat. Sekolah ini merupakan pusat pendidikan dan pembinaan Pendeta untuk Kristenisasi di Minangkabau abad ke 21. Paling tidak (DATA 2005) sudah 623 orang anak Minang yang sudah dikristenkan sejak tahun 2000. Mereka disebar di Pulau Jawa, diasramakan, disekolahkan, dikuliahkan, dimodali berdagang, dihidupi, dst.

Paduan Suara kanak-kanak yang mengiri ritual agama nasrani di Gereja mereka.

Paduan Suara kanak-kanak pada Gereja Kristen Nazarene Rantau Jakarta yang mengiri ritual agama nasrani di Gereja mereka.

4. MARDJOHAN RASYID, asal Sawahlunto. Pimpinan PKSB, yaitu: Persekutuan Kristen Sumatera Barat.[2]

Sungguh sangat mengejutkan tatkala mendapat kabar buruk berupa malapetaka ini. Seperti apakah negeri yang akan kita tinggalkan untuk anak kamanakan kita nantinya duhai engku dan encik sekalian.

Karena sulit bagi kami untuk mendapatkan data-data perihal para pendeta yang lain maka untuk kali ini akan kami coba membahas perihal Sang Murtadin Yanwardi. Sekarang murtadin ini telah menjadi pendeta dan sangat giat dalam melakukan misinya terutama sekali kepada perantau orang-orang Minangkabau di Sumatra Barat.  Selain memiliki yayasan, dia juga mendirikan[3] Gereja Kristen Nazarene[4] Rantau Jakarta atau biasa disingkat GKN Rantau Jakarta.[5] Juga ada Gereja Kristen Rantau Padang namun tampaknya mereka memiliki kepengurusan yang sama.

Afolo Waruwu & Yanwardi.

Afolo Waruwu & Yanwardi.

Gereja ini menggunakan simbol-simbol Minangkabau dalam melaksanakan upacara keagamaan mereka seperti menggunakan beberapa ukiran khas Minangkabau pada ruangan kebaktian mereka. Menggunakan pakaian adat Minangkabau, simbol-simbol rumah gadang, dan lain sebagainya. Gereja inilah yang menjadi tempat Yanwardi “menggembalakan domba-dombanya” yang tersesat. Termasuk di dalamnya anak dan isterinya.

Yanwardi memiliki seorang kawan yakni sepasang suami isteri. Si suami juga seorang pendeta gereja di Padang. Namanya lelaki tersebut ialah Afolo Waruwu dan isterinya ialah Mei S.K.Hardjolelono. Pasangan ini bersama Yanwardi tampaknya berkawan dekat.

Yanthie (Isteri Yanwardi) & Mei (Isteri Afolo)

Yanthie-Isteri Yanwardi (kiri) & Mei-Isteri Afolo (kanan)

Walaupun begitu kami sangatlah sangsi bahwa anggota jemaat gereja GKN Rantau Padang atau Jakarta sepenuhnya orang Minangkabau. Sebab kami sangat yakin bahwa etnis Batak justeru lebih banyak mendominasi bersama etnis lainnya.[6]

Beberapa waktu lalu menyebar foto Yanwardi dengan memakai pakaian kebesaran seorang penghulu dalam melaksanakan ritual agamanya di gereja. Hal ini tentulah sangat menyakitkan bagi sebagian besar orang Minangkabau. Namun begitu hal serupa ini telah berlangsung lama namun baru mengemuka sekarang.

Segelintir fihak (orang Minangkabau) yang berideologikan SEPILIS mempertanyakan kemarahan tersebut. Sebab menurut mereka belum ada hitam di atas putih, atau suatu produk hukum yang jelas-jelas menyatakan bahwa seluruh simbol-simbol Adat Minangkabau tidak boleh dipakai oleh penganut agama lain, atau dipakai dalam ritual ibadah agama lain. Continue reading “Pemurtadan di Minangkabau bagian.5”

Tanda-tanda Tersembunyi

Simbol-simbol yang Disusupkan

Dalam Kehidupan Normal Manusia Moderen

Beberapa waktu lalu, ketika sedang asyik-asyik bekerja, tak sengaja terlihat sebuah simbol yang biasa dipakai sebagai hiasan, apakah itu dalam memperindah dan mempercantik tampilan suatu tulisan atau tak sengaja dipasang sebagai ornamen atau hiasan pada bangunan. Kamipun bertanya kepada seorang kawan “tahu tidak ini simbol apa?”

Sang kawan yang sudah menyadari kemana arah pertanyaan dari kami menjawab dengan nada acuh dan kesal “Apa, simbol Yahudi lagi? Banyak kali simbol Yahudinya??”

Kamipun terdiam, memang banyak orang-orang yang kesal dengan segala teori konspirasi. Bagi mereka hal tersebut mengganggu hidup mereka yang tenang. Mereka enjoy dengan kehidupan ini, tak peduli dengan simbol atau apapun hal-hal yang telah lazim diterima oleh masyarakat dalam kehidupan ini. Mereka mengaanggap tak ada masalah dan tak ada gangguan yang mereka rasakan.

Sumber foto: INternet

Sumber Foto: Internet

Continue reading “Tanda-tanda Tersembunyi”