Si Elang

Masihkah engku dan encik sekalian ingat dengan kisah sebelum tidur yang kami ceritakan beberapa masa yang lalu. Kisah perihal sekelompok binatang yang melakukan rapat guna menyelesaikan berbagai permasalahan yang terjadi di antara mereka. Sekelompok binatang yang dipimpin oleh seekor merak betina yang bernama Rangkayo Merak Jinak. Sekelompok binatang keras kepala yang khas dengan sifat kebinatangan mereka yang tak hendak berubah.

Nah, engku dan encik sekalian. Sebagaimana kisah kami yang telah lalu, diantara binatang-binatang tersebut terdepat sekor binatang yang pendiam. Tidak pandai menjalin perhubungan dengan binatang lainnya. Tinggal menyendiri di sarangnya, hanya terdapat dua ekor kelinci dan satu ekor kuciang aia (berang-berang) yang menjadi jirannya. Binatang lainnya membuat sarang jauh dari sarang milik binatang ini, binatang ini ialah Si Elang.

Marilah kami ceritakan perihal Si Elang agak sedikit. Dia merupakan binatang yang pendiam, pemurung, dan sangat perasa (sensitif). Padahal dia merupakan seekor elang jantan yang cukup perkasa dan diperhitungkan kekuatannya dalam kelompok kecil ini. Dengan kedua ekor kelinci betina ini memanglah dia cukup dekat, namun dengan seekor kuciang aia ini dia terlihat menjaga jarak.

Dahulu induknya pernah sangat berputus asa dengan keadaan anak sulungnya ini. Tidak punya seekor kawan baikpun yang pernah diajaknya bertandang ke sarang milik kedua induknya. Tidak pula pandai berhubungan (berkomunikasi) dengan orang lain, terlalu perasa (sensitif), keras kepala, dan sangat mudah bertukar suasana hatinya (emosinya meledak-ledak).

Ketika disuruh pergi berguru dengan binatang-binatang lain, dia malah sibuk dengan dunianya sendiri. Kawannya sibuk bermain sesama mereka, tatkala mendapat waktu untuk berehat dari Tuanku Guru mereka. Si Elang malah terbang kembali ke sarang induknya menanti waktu rahat usai. Memanglah sebagai seekor elang memudahkan ia mencapai tempat yang jauh dengan hanya beberapa kali kepakan sayapnya. Sangat berbeda dengan binatang lainnya yang tidak memiliki sayap, atau ada binatang yang lain yang juga memiliki sayap namun tidak dapat terbang.

Begitulah Si Elang, dia sibuk dengan dunianya sendiri. Sibuk dengan keinginan dan cita-citanya sendiri yang semakin dipupuk oleh kitab-kitab yang dibacanya. Kitab-kitab yang menjadi kegemarannya ialah kitab-kitab yang menerangkan kisah kehidupan masyarakat zaman dahulu. Apakah itu manusia ataupun binatang, terkadang apabila rehat, dia tidak terbang pulang ke sarang induknya melainkan sibuk menghabiskan waktu di dalam perpustakaan milik Tuan Gurunya.

Itulah Si Elang, dia menjadi asing bagi makhluk lainnya. Seekor binatang yang pendiam dan bahkan ada yang beranggapan dia makhluk yang suka mementingkan diri sendiri (egois). Si elang yang pendiam, si elang yang egois.. begitulah kata mereka. Terkadang menjadi gunjingan bagi binatang lainnya, Si Elang tahu akan hal itu namun dia tak hendak memberi balas sebab tak ada guna berurusan dengan binatang serupa itu.

“Binatang yang masih tetap setia dengan sikap kebinatangannya tanpa pernah tahu dan sadar serta memiliki keinginan untuk berubah. Karena menganggap sikap kebinatangan itu ialah sesuatu yang baik, terpuji, dan patut untuk dipertahankan. Maka sesungguhnya binatang serupa itu ialah binatang yang merugi dan akan terus berada dalam lembah kegelapan. Tergilas oleh lajunya kehidupan..” begitulah pendapatnya.

Terkadang apabila dia berbicara menyampaikan maksud hatinya, maka binatang-binatang yang lain akan menanggapi dengan salah faham. Padahal menurut hemat Si Elang, dia telah menggunakan bahasa yang lazim digunakan oleh binatang lainnya serta telah memikirkan dan berusaha memperhalus tutur bahasanya. Namun tetap saja binatang-binatang yang lain salah faham dengan dirinya. Si Elang sendiri sudah putus asa dengan kekurangannya ini. Sudah berlangsung semenjak lama, tidak hanya binatang-binatang yang merupakan kawannya dalam satu kelompok ini, dahulu kedua induknya serta saudara-saudaranya juga sering tak dapat memahami maksud yang hendak dituju dari perkataan Si Elang. Merekapun sering salah faham kepada Si Elang.

Inilah yang menjadi salah satu sebab kenapa Si Elang menjadi pendiam. Dia memutuskan lebih baik menutup mulutnya rapat-rapat daripada banyak yang salah faham yang nantinya yang akan berujung kepada dukaan kepada dirinya. Dan diapun sadar bahwa sebagai seekor elang dia memiliki lidah yang cukup tajam. Sebab salah seorang saudara betina dari ayahnya merupakan seekor elang betina yang nyinyir dan tajam mulutnya. Sudah semenjak lama Si Elang menyadari bahwa sifat serupa itu tampaknya menurun kepada dirinya.

Ketidak mampuannya dalam menjalin perhubungan yang baik dengan binatang lainnya merupakan kekurangan yang sangat menyengsarakan dirinya. Dari kitab-kitab yang didapatnya dari perpustakaan Tuan Gurunya, berhasil diketahuinya. Bahwa sesungguhnya ia menderita suatu penyakit yang menyerang watak (mental) seseorang. Para manusia memberi nama penyakit ini dengan nama AUTIS.

Namun sayangnya, karena keterbatasan pengetahuan dari keluarga dan kawan-kawannya, maka tidak ada satu ekor binatangpun yang mengetahui bahwa Si Elang sesungguhnya sedari kecil telah diserang oleh penyakit ini. Si Elang baru menyadarinya sekitar setahun yang lalu, baru dia mengetahui akan penyakit yang dideritanya semenjak kecil ini. Selama ini dia beranggapan memang dirinyalah yang bebal dan tak pandai bergaul. Namun rupanya tidak..

Itulah kisah Si Elang, namun tahukah engku dan encik sekalian nama dari Si Elang ini sesungguhnya? Namanya ialah Sutan Elang Basa.

Leave a comment