“Pejabat”

Katakan engku dan encik, apa yang terfikirkan oleh engku dan encik sekalian pabila kami sebutkan kata “PEJABAT”?

Tentulah masing-masing engku berlainan pemahaman akan kata itu. Ada yang berfikiran bahwa pejabat itu ialah orang-orang di pemerintahan yang memegang suatu jabatan (posisi pimpinan) pada suatu lembaga pemerintah. Seperti Kepala Dinas, Kepala Badan atau Kantor, Kepala Bagian, dan sejenisnya untuk tingkat daerah. Atau orang-orang yang memegangi jabatan di tingkat pusat. Singkat kata para pejabat itu ialah orang-orang yang memiliki anak buah.

Ada pula yang berpandangan bahwa pejabat itu tidak hanya sebatas orang-orang yang diserahi jabatan di pemerintahan saja melainkan pada perusahaan-perusahaan swasta dapat pula kita katakan pejabat. Manejer, Kepala Bagian, Direktur, dan sejenisnya. Sama pula dengan yang di atas, singkat kata orang-orang yang memiliki anak buah dapat dikatakan pejabat.

Kemudian “pejabat” dengan “bos” sering kali dipandang sama. Sebab mereka sama-sama bermakna Induk Semang atau atasan. Orang yang memiliki kekuasaan dan pengaruh di tempat kerjanya, mereka memiliki kekuasaan untuk mengangkat (merekomendasikan) ataupun “menyingkirkan” anak buahnya apabila mereka tak suka. Walau sebenarnya alasan untuk “menyingkirkan” anak buah atau bawahan atas dasar tidak suka tidaklah dibenarkan. Namun demikianlah adanya pada masa sekarang.

Eloklah kami kisahkan agak dua buah kisah untuk menyampaikan maksud kami dalam tulisan ini. Kisah Pertama ialah kisah kawan kami yang pertama. Tatkala mula bekerja pada sebuah kantor pemerintahan pada salah satu kota di Sumatera Barat ini dia bersua dengan kawan sekantor yang juga dahulunya seniornya di kampus. Berarti sudah dua kali senior, pertama di kampus dan kedua di kantor, walaupun mereka sama-sama wisudanya. Namun nasib mereka berlainan agaknya..

Sang Senior belumlah menjabat atau diserahi sesuatu tugas ataupun jabatan apapun. Namun dia dikenal sebagai anak buah kesayangan oleh kawan-kawan di kantor, “Putera Mahkota” kata orang. Konon kabarnya dia sedang disiapkan untuk menjadi salah satu pimpinan di kantor.

Entah karena alasan itu atau memang sudah bawaan lahirnya, Sang Senior sangatlah pongahnya. Setiap bersua tak pernah dapat senyum kawan kami ini, selalu disuruh ini dan itu, sering bertanya kenapa begini dan kenapa begitu. Apabila disapa bersua dijalan, haram akan dijawab hanya air muka memuakkan yang didapat oleh kawan kami. Kalau kata orang sekarang Sang Senior kawan kami ini terjangkiti suatu penyakit moderen yang bernama “JAIM”.

Pada akhirnya Sang Senior mengajukan pindah ke kota lain yang masih berada di Sumatera Barat dengan alasan karena ingin dekat dengan keluarganya. Konon kabarnya pula, pada saat sekarang dia sudah pula diserahi suatu jabatan oleh kantor barunya.Tercapai jua agaknya apa yang dicitakan oleh Sang Senior ini.

Kisah Kedua masihlah seputar kawan kami jua. Kawan kami yang ini memiliki pengalaman yang saat ini sedang dihadapinya di kantor. Perihal salah seorang pejabat di kantornya namun orang ini bukanlah Induk Semang  (atasan langsung) dari kawan kami ini. Hanya saja mereka diletakkan diruangan yang sama bersama Induk Semang dari kawan kami ini. Sebut saja orang ini dengan nama Saidi Kacang, orang ini menjabat salah satu jabatan di kantor kawan kami.

Dalam keseharian di kantor, apabila ada kesempatan untuk mencemooh atau menyindir kawan kami ini maka Saidi Kacang akan serta merta memanfaatkan kesempatan itu. Tak peduli apakah orang sedang ramai di kantor atapun tidak. Dan apabila saat itu terjadi, kawan kami inipun diam saja menahan hati dan menahan malu.

Tak sekali-dua kali melainkan berkali-kali, dan setiap itu terjadi diapun diam, “mengukur bayang-bayang adakah sepanjang badan..” katanya Continue reading ““Pejabat””

Jangan Berduka..

Salah satu suasana perkampungan di AgamGambar: Internet

Salah satu suasana perkampungan di Agam
Gambar: Internet

Pada masa dahulu, hiduplah seorang pemuda dengan segala keterbatasannya. Dibesarkan di kampung dan jarang bergaul dengan orang-orang kampungnya. Hal ini bukan karena dia tinggal di dalam hutan atau terpencil letak rumahnya. Melainkan karena dia memang tak memiliki banyak waktu luang untuk sekedar bermain dan menghabiskan hari dengan orang-orang di kampungnya. Dia harus bekerja untuk membantu kehidupan keluarganya.

Selain itu, si pemuda memiliki semacam halangan.[1] Dia tidak dapat atau tidak pandai dalam menjalin perhubungan[2] dengan orang lain. Apabila dia bercakap, orang sering salah kira dan salah faham.[3] Diapun tak pandai memahami isi pembicaraan seseorang jika mereka sedang berhadapan.[4] Diapun sering lekas tersinggung[5] apabila bercakap-cakap dengan orang lain, termasuk dengan keluarganya. Hal ini menyebabkan dia tidak pandai dalam hidup bergaul dengan orang lain.

Pada suatu ketika diadakanlah sayembara, dimana kerajaan membutuhkan pegawai baru. Sang pemuda memutuskan untuk ikut, walau sebenarnya di hati kecilnya dia menolak. Sebab menjadi kaki tangan raja yang tak disukainya merupakan pilihan terburuk. Selain itu pekerjaan yang ditawari kerajaan menuntut dia untuk dapat hidup bergaul dengan orang lain. Hidup berdampingan dengan orang-orang yang selalu mendatangkan kedukaan pada dirinya. Namun apalah daya, tak ada pilihan lain, dia harus sadar dengan kenyataan hidup. Dia harus merubah nasib.

Walau mengikuti semua ujian dengan setengah hati, rupanya sang pemuda berhasil lulus sebagai pegawai kerajaan. Dia senang, terutama kedua orang tua dan adik-adiknya, mereka semua senang. Telah terbit matahari dalam keluarga mereka rupanya.

Si pemuda akhirnya berangkat dari kampung, pergi ke Kuta Raja[6] untuk menjadi pegawai. Di pusat kerajaan sangatlah berlainan keadaannya, apakah itu adat-kebiasaan sampai kepada tabi’at, akhlak, budi pekerti, serta pandangan hidup. Walau sedih dan tak tenang hatinya, si pemuda terus bertahan “Harus bertahan, demi masa depan dan kedua orang tua ku..” begitulah hati kecilnya terus-menerus menasehati si pemuda.

Karena jarang bergaul dengan orang-orang, menyebabkan si pemuda menjadi pemalu dan selalu kikuk dalam bergaul dengan orang-orang. Padahal pekerjaan yang dijalaninya sangat menuntut untuk menghadapi orang-orang. Tersiksa dan sedih, apalagi terjadi pertentangan batin dalam dirinya. Sebab banyak dari kebiasaan, adat, tabi’at, dan akhlak orang-orang di Kuta Raja sangatlah berlainan dan bertentangan dengan amalan dirinya.

Si pemuda bekerja di Majelis Kerajaan[7] yang mengurusi perkara hukum. Majelis ini memiliki beberapa cabang yang tersebar di penjuru Kuta Raja, si pemuda di tempatkan di salah satu cabang[8] tersebut. Sangatlah berat pekerjaannya dikarenakan banyak orang yang tak hendak mengikuti aturan yang telah ditetapkan dalam Hukum Kerajaan. Jabatannya masihlah pegawai rendahan, disuruh ini dan itu, dan lain sebagainya. Maklumlah, pegawai baru dan masih muda pula lagi. Continue reading “Jangan Berduka..”

Si Bijak & Si Pandir

Gambar Ilustrasi: Internet

Gambar Ilustrasi: Internet

Pada suatu hari, tepatnya petang hari selepas orang-orang pulang kantor. Kami dan beberapa orang kawan duduk-duduk bersama, berbincang-bincang mengenai berbagai perkara. Bercakap, maota-ota kesana-kemari. Kawan-kawan kami itu ialah Syaiful, Alamsyah, Malik, dan Irsyad yang merupakan anak muda yang dalam segi usia  dapat kita katakan sedang berada dalam masa kritis.

“Kata orang dalam kehidupan ini setiap insan akan berhadapan dengan berbagai persoalan dan permasalahan yang akan menguras kemampuan dirinya, bahkan hingga ke titik dimana dia akan mengalami goncangan dalam jiwanya. Hal tersebut akan berpengruh kepada pembentukan watak dan perilaku kita dalam menjalani kehidupan ini. Kata orang, segala permasalahan yang dihadapi tersebut akan membuat sesosok insan akan lebih bijak dalam menghadapi kehidupan.” Kata Syaiful bak filsuf yang sedang berpetuah.

“Namun benarkah demikian? Kalau memang demikian, tentulah dunia akan jadi lebih baik dan terasa lebih nyaman..?” tanya tanya Malik.

Kamipun termenung, pertanyaan Malik tersebut ada benarnya. Alamsyah akhirnya menjawab tanya Malik. “Tentunya semuanya itu berpulang kepada diri masing-masing insan, bagaimana cara dia menanggapi dan menghadapi suatu persoalan? Serta seperti apapula pengaruh yang telah terbangun dalam dirinya selama ini? apakah dia seorang yang mengutamakan pertimbangan akalkah, hatikah, nilai-nilai yang terdapat dalam agama dan adatkah, atau yang lain. Berdasarkan pengaruh atau dasar yang telah terbangun dan melekat dalam diri dan jiwa seseoranglah maka kemudian hasil yang didapat dari berbagai persoalan yang ditemuinya akan berbeda-beda, tidak akan sama..”

Kamipun faham, rupanya inipulalah yang menyebabkan kenapa seseorang begitu keras pendiriannya akan suatu persoalan dan keras pula penentangannya terhadap persoalan yang lain.

“Pada saat sekarang ini, aku sedang menghadapi orang-orang yang sangat keras pendirian mereka dalam suatu persoalan. Merasa dirinya yang benar, keras serta kasar watak dan perilakunya. Kalau diperhatikan, tidak ada bekas-bekas pendidikan dalam dirinya.” Terang Irsyad kepada kami.

Rupanya dia sedang berada dalam kesusahan. Tanpa disuruh akhirnya dengan wajah murung, dia melanjutkan aduannya “Padahal kabarnya, mereka merupakan anak kuliahan. Merasa dirinya paling benar dan orang lain salah, suka mengumpat dan berkata-kata kasar, sudah beberapa kali terjadi pertikaian dengan salah seorang kawan. Dan tampaknya tidak ada tanda-tanda akan berubah pada dirinya..”. Continue reading “Si Bijak & Si Pandir”

Cuti Bersama

liburanHari Senin tanggal 24 Desember 2012 ini merupakan hari terjepit,  karena diapit oleh dua hari libur yakni hari Ahad dan hari Selasa yang diliburkan karena merupakan Hari Raya Natal bagi umat nasrani. Maka oleh karena itulah pemerintah menyatakan cuti bersama pada hari Senin sehingga waktu libur yang semula hanya 2 hari yakni hari Sabtu dan Ahad pada setiap pekannya menjadi 4 hari sampai kepada hari Selasa.

Cuti bersama merupakan saat-saat yang sangat dinanti, diharapkan, dan diimpikan oleh kebanyakan pegawai karena waktu mereka berkumpul dengan keluarga dapat lebih lama lagi. Maka taklah mengherankan apabila kita mendengar kabar, apakah itu di berita tivi, radio, dan koran ataupun berita yang sampai kepada kita dari mulut ke mulut, dimana telah terjadi kemacetan dibeberapa tempat. Kemacetan biasanya terjadi di jalan-jalan yang mengarah kepada kota atau kawasan tertentu.  Misalnya di Jawa[1] ialah jalan-jalan menuju ke kawasan “Puncak” yang dikenal dengan Perkampungan Villa. Banyak orang-orang Jakarta yang “melarikan diri” ke kawasan ini. Disinilah mereka melepas segala penat yang terasa, apakah itu penat badan ataupun penat fikiran.

liburan (1)Kalau di Sumatera Barat, Bukittinggi merupakan kota tujuan utama bagi orang-orang untuk melepaskan segala penat. Selain disebabkan oleh faktor wisata, penduduk di sekitar Kota Bukittinggi juga banyak yang pergi merantau ke luar kota. Sehingga pada hari libur semacam ini, mereka memutuskan untuk kembali ke kampung mereka.

Begitulah tuan, namun tidak semua orang benar-benar menikmati cuti bersama ini. Siapakah yang tidak mendapat jatah tersebut tuan? Kalau kami tak salah ialah para pegawai di bidang kesehatan seperti dokter dan suster. Hal ini karena penyakit tidak kenal dengan yang namanya “cuti bersama”. Seperti yang kita saksikan pada salah satu berita tadi malam, dimana pasien kecelakaan di jalan raya harus menderita karena mananti selama 1 jam sampai bantuan kesehatan dapat diberikan kepadanya.

Kemudian ada pula polisi, sama dengan dokter, polisi juga menangani penyakit yakni penyakit masyarakat. Tindak kejahatan tak kenal cuti bersama, justeru pada saat seperti inilah dimana orang-orang sedang ramai berkumpul pada satu tempat, para penjahat melancarkan aksinya. Apakah itu aksi kejahatan di tempat keramaian ataupun di tempat yang lengang seperti merampok rumah yang ditinggal oleh pemiliknya untuk berlibur. Continue reading “Cuti Bersama”